PROSES PENGALENGAN IKAN LEMURU DENGAN PERHITUNGAN THERMAL
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Komoditas
perikanan mempunyai kecenderungan meningkat di pasaran dunia ditengah
merosotnya perdagangan komoditas pertanian dan bahan pangan lainnya. Pemerintah
terus berupaya untuk merangsang pertumbuhan industri perikanan agar dapat
meningkatkan produksinya untuk ekspor, sekaligus akan bermanfaat untuk
meningkatkan hasil devisa negara dan sebagai saluran pemasaran baru bagi
produksi rakyat ke luar negeri. Dengan pengembangan perikanan akan mendorong
para investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menginvestasikan
modalnya disektor perikanan (Wahyudi, 2003).
Ikan merupakan
sumber makanan yang mudah membusuk (perishable food), karena itu dalam pengolahannya
perlu dilakukan dengan cepat dan tepat. Apabila cara penanganan salah, maka
tidak mungkin dihasilkan produk perikanan yang bermutu baik demikian pula pada
pengolahannya, harus dilakukan dengan benar supaya tahan lama serta nutrisinya
tidak berkurang.
Prinsip
pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan dan
kerusakan. Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet dan
mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan. Pengalengan merupakan salah
satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan secara modern yang dikemas secara
hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermetis dalam
suatu wadah, baik kaleng, gelas atau alumunium. Pengemasan secara hermetis
dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus
oleh udara, air, kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008).
Atas dasar uraian tersebut maka dalam kesempatan ini,
makalah ini di buat dengan berdujul pengalengan ikan lemuru.
B. Tujuan.
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah yaitu mengetahui proses pengalengan ikan lemuru
menggunakan perhitungan termal
BAB II
PEMBAHASAN
1. KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI IKAN LEMURU
Adapun klasifikasi ikan lemuru
menurut Prasetio, (2010) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub
Phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub
Class : Teleostei
Ordo : Clupeiformes
Family : Clupeidae
Genus : Sardinella
Species : Sardinella longiceps
Seperti jenis ikan lemuru
kebanyakan ikan ini berbentuk elongeted dengan jari-jari lunak sirip punggung
sebanyak 13 – 21 dan jari-jari sirip anal sebanyak 12 – 23. Ikan ini merupakan
jenis lemuru yang dapat mencapai panjang maksimal 23 cm. Memiliki bintik hitam
di belakang pembatas tutup insang dan warna kuning keemasan pada linea
lateralisnya, kepalanya sangat panjang, kurang lebih 1/3 dari panjang tubuhnya,
berwarna biru kehijauan pada bagian dorsal dan mengkilap pada bagian ventral.
Gambar 1. Ikan Lemuru
2. PENGALENGAN
a.
Pengertian Pengalengan
Pengalengan
ikan merupakan salah satu pengawetan ikan dengan menggunakan suhu tinggi
(sterilisasi) dalam kaleng (Murniyarti dan Sunarman, 2000). Diperjelas oleh
Pratiwi (2004), yang menyatakan bahwa pengalengan didefinisikan sebagai suatu
cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap
terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang
kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen
(penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab
kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan
memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air,
kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa.
b.
Prinsip Pengalengan
Prinsip
dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat
sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak
dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan
pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Melalui perlakuan tersebut terjadi
perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga
keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan.
Pengalengan
ikan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis
dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau aluminium dan kemudian disterilkan.
Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat,
sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi,
ataupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Pratiwi (2004), menambahkan bahwa
prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan
perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
c.
Proses Pengalengan Ikan
Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan
hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air
garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan dibumbui. Adapula pembagian produk
pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan, dalam keadaan
mentah, atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008), menambahkan bahwa proses
pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah,
pengisian ke dalam wadah, dan proses pengalengan.
d.
Persiapan Wadah
Di dalam pengalengan suatu produk, penting diperhatikan untuk selalu
menggunakan jenis kaleng yang sesuai produk, dengan tujuan untuk menghindari
terjadinya perubahan warna. Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya
diperiksa solderannya, adanya karat atau adanya cacat lainnya, misalnya
lekuk-lekuk atau penyok. Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun
hangat dan kemudian dibilas dengan air bersih ( Adawyah, 2008).
Hudaya
(2008), menambahkan bahwa wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian
dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci. Pada wadah perlu diberikan kode tentang
tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat, dan nomor dari batch
pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu
kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
e.
Penyiapan Bahan Mentah
Untuk memperoleh produk yang bermutu maka bahan baku yang dipakai juga
harus bermutu tinggi, diantaranya yaitu menggunakan bahan baku ikan yang masih
dalam keadaan segar (Poernomo, 2002). Adapun ciri-ciri bahan baku yang baik
adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Ciri-Ciri utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk
Ikan Segar
|
Ikan yang Mulai Busuk
|
|
Kulit
|
· Warna kulit
terang dan jernih
· Kulit masih kuat
membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama bagian perut
· Warna-warna
khusus yang ada masih terlihat jelas.
|
· Kulit berwarna
suram, pucat dan berlendir banyak
· Kulit mulai
terlihat mengendor di beberapa tempat tertentu.
|
Sisik
|
· Sisik menempel
kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas
|
· Sisik mudah
terlepas dari tubuh
|
Mata
|
· Mata tampak
terang, jernih menonjol dan cembung
|
· Mata tampak surm,
tenggelam dan berkerut.
|
Insang
|
· Insang berwarna
merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah
· Insang tertutup oleh
lendirberwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan
|
· Insang berwarna
cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
· Lendir insang
keruh dan berbau asam, menusuk hidung
|
Daging
|
· Daging kenyal,
menandakan rigormortis masih berlangsung
· Daging dan bagian
tubuh yang lain berbau segar
· Bila daging
ditekan dengan jari tidak terlihat lekukan
· Daging melekat
kuat pada tulang
· Daging perut utuh
dan kenyal
· Warna daging
putih
|
· Daging lunak
menandakan rigormortis telah selesai
· Daging dan bagian
tubuh yang lain mulai berbau busuk
· Bila ditekan
dengan jari tampak bekas lekukan
· Daging mudah
lepas dari tulang
· Daging lembek dan
isi perut sering keluar
· Daging berwarna
kuning kemerah-merahan terutama disekitar tulang punggung
|
Bila ditaruh di dalam air
|
· Ikan segar akan
tenggelam
|
· Ikan yang sudah
sangat membusuk aka mengapung di permukaan air
|
Sebelum
bahan baku dimasukkan kedalam kaleng, dilakukan sortasi dan grading berdasarkan
ukuran/diameter, berat jenis atau warna. Kemudian dilakukan pembersihan dengan
tujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku yang dapat dilakukan
dengan cara menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan
ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan
dengan air (Hudaya, 2008).
f.
Pengisian (Filling)
Pengisian wadah dengan bahan yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera
setelah proses persiapan selesai. Pengisian produk dilakukan sampai permukaan
yang diinginkan dalam wadah dengan memperhatikan adanya Head space yang
berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama sterilisasi,
agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan gelas menjadi pecah atau
kaleng menjadi kembung (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus
disisakan tempat kosong di bagian atas wadah (head space). Volume head
space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Bila head space terlalu
kecil akan sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan
isi selama pengolahan. Sebaliknya apabila “head space“ terlalu besar,
udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat
menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.
g. Penghampaan
Udara (Exhausting)
Sebelum
wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan/exhausting untuk memperoleh
keadaan vakum parsial. Tujuan penghampaan tersebut adalah untuk memperoleh
keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama
oksigen (O2) yang ada dalam head space. Udara dan gas yang
dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space yaitu ruangan
antara tutup wadah dan permukaan bahan. Head space ini perlu untuk
menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam bahan dan juga agitasi
(pengadukan) serta isi kaleng selama sterilisasi (Hudaya, 2008).
Exhausting dilakukan
dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk
tersebut diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup juga
dalam keadaan panas. Untuk beberapa jenis produk, exhausting dapat
dilakukan dengan cara menambahkan medium, misalnya saos tomat larutan garam
mendidih (Adawyah, 2008).
h.
Penutupan Wadah (Sealing)
Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna,
sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu
apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah
ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang
menempel pada dinding kaleng/wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu
sekitar 82,2 oC) yang mengandung larutan H2PO4
dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa
kali (Hudaya, 2008).
i.
Sterilisasi
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah
serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau
mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala
lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan
biasanya 121 oC selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan
makanan (Hudaya, 2008).
Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan
patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu
dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang
diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan harus dilakukan pada suhu yang
cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi
sehingga membuat produk menjadi terlalu masak (Adawyah, 2008).
j.
Pendinginan (Cooling)
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar (35-40oC)
maksudnya agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap, sehingga
terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah untuk mencegah lewat
pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta mencegah tumbuhnya
spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati (Hudaya, 2008).
Adawyah
(2008), menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka
produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak tekstur dan cita
rasanya. Selain itu, selama produk berada pada suhu antara suhu ruang dan
proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Selain itu,
dengan pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan
menyebabkan shock sehingga akan mati.
k.
Penyimpanan
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang
terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur dan
vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi
kimia. Selain itu, juga akan memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses
sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan
kualitas bahan yang disimpan adalah 15oC. Suhu penyimpanan yang
tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna, rasa
serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka
penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH rendah dan ventilasi
atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan
bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun
kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan.
l.
Kerusakan Pada Produk Kaleng
Kerusakan
pada produk kaleng, khususnya produk pengalengan ikan menurut Adawyah (2008)
dibagi menjadi dua yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan pengolahan
dan kebocoran kaleng. Hudaya (2008), menambahkan bahwa pada umumnya kerusakan
utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya proses termal dan
pencemaran kembali sesudah pengolahan. Kerusakan makanan kaleng dapat
disebabkan tiga hal yaitu keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng,
kontaminasi bakteriologis dari air pencuci atau air pendingin, peralatan
pengalengan bekerja kurang baik.
1. Kesalahan Pengolahan
Pengolahan yang kurang (Underprocessing) mengakibatkan mikroba mesofil
masih dapat hidup. Mikroba tersebut berasal dari spora yang tahan pada suhu
tinggi. Jenis kerusakan ini dinamakan inspient spoilage, yaitu produk
akhir yang steril komersial tetapi isi kaleng menunjukkan gejala kerusakan oleh
mikroba (Adawyah, 2008). Adapun jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh
kesalahan pengolahan adalah sebagai berikut.
·
Mengalami penurunan tekanan vakum yang disebabkan oleh
perubahan tekstur daging ikan.
·
Sering terjadi lengket produk bagian dalam tutup
kaleng.
·
Terbentuknya gumpalan warna kelabu pada permukaan
produk.
·
Terbentuknya kristal seperti kaca
dari magnesium ammonium fosfat.
2. Kerusakan Kaleng
Kaleng yang tidak tertutup
secara hermetis, ketika didinginkan dalam air pendingin yang tidak memenuhi
syarat maka akan terkontaminasi oleh mikroba. Kerusakan itu dapat terlihat
dengan adanya mixed flora, terdiri atas bakteri berbentuk batang rod dan
kokus di dalam makanan yang rusak (Adawyah,2008). Hudaya (2004),
menambahkan bahwa penggembungan kaleng dapat disebabkan karena timbulnya
gas CO2 atau H2. Isi kaleng dapat mengalami perubahan
warna, rasa, dan terbentuk senyawa yang berbau tidak sedap.
3. Kerusakan Nonbakteriologi
Selain kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba, masih terdapat
kerusakan yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Misalnya Hidrogen
swell yaitu kerusakan yang terjadi karena adanya reaksi kimia antara
makanan dan kaleng yang membentuk gas hidrogen. Selain itu juga ada kerusakan
akibat penyimpanan di atas 40-45oC dan masih banyak lagi kerusakan
produk kaleng yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroba lainnya.
3.
PROSES
PENGALENGAN IKAN DENGAN PERHITUNGANTHERMAL
Pengalengan
ikan lemuru
1. Asumsi
mikroorganisme yang tumbuh pada pengalengan Pengolahan yang kurang
(Underprocessing) mengakibatkan mikroba mesofilmasih dapat hidup. Mikroba
tersebut berasal dari spora yang tahan pada suhu tinggi.Jenis kerusakan ini
dinamakan inspient spoilage, yaitu produk akhir yang sterilkomersial tetapi isi
kaleng menunjukkan gejala kerusakan oleh mikroba (Adawyah,2008). Adapun
jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan pengolahanadalah sebagai
berikut.-Mengalami penurunan tekanan vakum yang disebabkan oleh perubahan
tekstur daging ikan.- Sering terjadi lengket produk bagian dalam tutup kaleng.-
Terbentuknya gumpalan warna kelabu pada permukaan produk.- Terbentuknya kristal
seperti kaca dari magnesium ammonium fosfat
.
2. Ketahanan
panas pada mikroorganime pada pengalengan ikan lemuru Untuk makanan kaleng
seperti ikan, karena tergolong ke dalam produk makanan yang bersifat asam
rendah dengan pH >4.5 biasanya diproses pada suhu 116˚C atau121˚C, dengan
waktu proses yang bergantung pada cepat lambatnya perambatan panas untuk
mencapai titik terdingin makanan dalam kaleng, serta daya tahan mikrobayang
mengkontaminasi makanan. Proses pemanasan harus cukup untuk meng-inaktifkan
mikroba yang tedapat dalam makanan kaleng tersebut atau untuk mencapai tahap
sterilisasi komersial. Proses pemanasan makanan kaleng yang dianggap aman
adalah yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari Clostridium
botulinum.
3. Lama
proses sterilisasi pada nilai D dan Z pada pengalengan ikan lemuru. Sterilisasi
(Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada
suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi
faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat
pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC
selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan (Hudaya, 2008).
Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan
patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu
dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang
diinginkan.Di mana terdapat mikroba Clostridium botulinum atau mikroba yang
tahan terhadap panas yang tinggi sekitar 1000 dan oleh karena itu, proses
pemanasan harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan
mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi
terlalu masak (Adawyah, 2008).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ketahanan
panas pada mikroorganime pada pengalengan ikan lemuru Untuk makanan kaleng
seperti ikan, karena tergolong ke dalam produk makanan yang bersifat asam
rendah dengan pH >4.5 biasanya diproses pada suhu 116˚C atau121˚C, dengan
waktu proses yang bergantung pada cepat lambatnya perambatan panas untuk
mencapai titik terdingin makanan dalam kaleng, serta daya tahan mikrobayang
mengkontaminasi makanan. Proses pemanasan harus cukup untuk meng-inaktifkan
mikroba yang tedapat dalam makanan kaleng tersebut atau untuk mencapai tahap
sterilisasi komersial. Proses pemanasan makanan kaleng yang dianggap aman
adalah yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari Clostridium
botulinum. Lama proses sterilisasi pada nilai D dan Z pada pengalengan ikan
lemuru. Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah
serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau
mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala
lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan 121 oC
selama 20 – 40 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan
Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Murniyati. Sunarman. 2000. Pendinginan
Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Pratiwi, A.R. 2004. Aspek Mikrobiologi
Makanan Kaleng. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[http://rudyct.com/PPS702-ipb/09145/a_rika_pratiwi.pdf].
Hudaya, S. 2008. Bagaimanakah Jalannya Proses
Pengalengan Ikan. Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Pengolahan dan
Pengawetan Pangan.
[http://softwarekomputer.blogspot.com/2008/04/bagaimanakah-jalannya-proses.html
].
Poernomo, H.S. 2002. Teknologi Pengolahan
Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Perikanan.
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.