LAPORAN PRAKTEK LAPANG
PENANGANAN HASIL TANGKAPAN BAGAN PERAHUYANG BEROPERASI DI PERAIRAN PARE-PARE, KOTA PARE-PARE, PROVINSI SULAWESI SELATAN
PEMANFAATAN
SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN
PERIKANAN
FAKULTAS
ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
بِسْــــــــــــــــــمِ
اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم .
Puji dan syukur kita
panjatkan kepada Allah Subhanahu wataala. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan praktik lapang penanganan hasil perikanan ini dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam kami kirimkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad Shallalahualihi wassalam. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan yang ikut serta dalam menyelesaikan makalah ini.
Terima kasih penulis ucapkan
kepada pembaca yang meluangkan waktu dan perhatian ke karya tulis ini. Penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan pada laporan praktik
lapang ini.
Makassar, 23 November 2015
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3
A. Letak Geografis .................................................................................... 3
B. Penanganan Ikan.................................................................................. 3
III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi .................................................................... 6
B. Metodologi Praktek............................................................................... 6
C. Studi Literatur........................................................................................ 7
D. Penanganan di Kapal............................................................................ 7
E. Penanganan di Darat............................................................................ 9
F. Hasil uji Organoleptik........................................................................... 14
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan............................................................................................. 15
B. Saran................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 16
LAMPIRAN........................................................................................................... 17
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Alat dan bahan................................................................................................................... 6
2.
Hasil tangkapan.................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Penyortiran ikan................................................................................................... 9
2. Pengesan dengan
metode berlapis................................................................... 10
3. penanganan ikan yang tidak
terburu-buru.......................................................... 11
4. Cara penanganan ikan yang tidak benar........................................................... 12
5. Wadah/ keranjang yang digunakan
pada saat penanganan didarat.................. 12
6. Ikan yang diletakkan di lantai TPI....................................................................... 13
7. Wadah yang digunakan pada saat
penanganan di darat.................................. 13
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Score
sheet organoleptik ikan segar................................................................... 18
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bentuk teknologi penangkapan
ikan yang dianggap sukses dan berkembang dengan pesat pada industri penangkapan
ikan sampai saat ini adalah penggunaan alat bantu cahaya untuk menarik
perhatian ikan dalam proses penangkapan (Wahyuno, 2012).
Berhasil tidaknya suatu alat tangkap
dalam operasi penangkapan sangatlah bergantung pada bagaimana mendapatkan
daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada dan bagaiman operasi
penangkapan dilakukan. Beberapa cara dilakukan dalam upaya penangkapan
diantaranya dengan menggunakan alat bantu penangkapan. Macam-macam alat bantu
penangkapan yang umum digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Indonesia
diantaranya dengan menggunakan rumpon dan cahaya lampu.
Bagan merupakan salah satu alat tangkap
yang menggunakan alat bantu cahaya. Menurut Brandt (1984), bagan
diklasifikasikan kedalam lift
net atau jaring angkat yang
dalam pengoperasiannya menggunakan aktraktor cahaya lampu sehingga ikan yang
menjadi tujuan penangkapannya adalah ikan yang berfototaksis positif.
Prosedur penanganan
ikan di atas kapal merupakan penanganan awal yang sangat berpengaruh terhadap
penanganan dan pengolahan ikan selanjutnya. Segera setelah ikan ditangkap atau
dipanen harus secepatnya diawetkan dengan pendinginan atau pembekuan. Teknik
penanganan pasca penangkapan berkolerasi positif dengan kualitas ikan dan hasil
perikanan yang diperoleh.
B. Tujuan dan Kegunaan
1.Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperoleh tujuan
praktik lapang sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui
cara penanganan hasil tangkapan dengan menggunakan kapal bagan
perahu.
b. Untuk membandingkan
penurunan mutu ikan saat penanganan yang dilakukan di lapangan
2.Kegunaan
Kegunaan praktek lapang ini adalah:
a. Agar kita dapat
mengetahui cara penanganan hasil tangkapan dengan menggunakan kapal bagan perahu.
b. Agar kita dapat
membandingkan penurunan mutu ikan saat penanganan yang dilakukan di lapangan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Letak Geografis
Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang memiliki laut dengan luas 5,8
juta km2, dengan
panjang pantai yang mencapai 95.181 km (Sudirman & Nessa, 2011)
Kota pare pare merupakan
salah satu daerah di sulawesi selatan yang memiliki posisi strategis karena
terletak pada jalur perlintasan transportasi darat maupun laut, baik arah utara
– selatan maupun timur –barat, dengan luas 99,33 km2. Yang secara
geografis terletak antara 30 57’ 390 - 40 04’
49” lintang selatan dan 1190 36’ 240 – 1190
43’ 40” bujut timur. Terdiri atas 4 (empat) kecamatan dan 22 ()dua puluh dua)
kelurahan , yang secara administrasi memiliki batas batas wilayah.
B. Penanganan ikan
Penanganan ikan di atas kapal harus baik dan
benar agar di peroleh hasil yang semaksimal mungkin. Keberhasilan penanganan
ikan di atas kapal dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya alat
penanganan, media pendingin, teknik penanganan, dan keterampilan pekerja.
Pemakaian alat-alat penanganan yang lengkap
dan baik dalam arti dapat memperkecil kerusakan fisik, kimia, mikrobiologi dan
biokimia akan memberikan hasil yang maksimal. Media pendingin yang memberikan
hasil yang baik adalah media pendingin yang dapat memperlambat proses biokimia
dan pertumbuhan mikroba dalam daging ikan. (Wahyono, 2012).
1. Sarana yang digunakan
2. Palka
Palka adalah suatu ruangan yang terdapat pada
kapal untuk menyimpan ikan hasil tangkapan selama beroperasi. Ukuran palka, box
sterofoam disesuaikan dengan kemampuan kapal beroperasi dan menangkap ikan.
Berdasarkan kelayakan usaha, keuntungan yang
besar dari suatu operasi penangkapan adalah suatu hal yang sangat diharapkan
oleh semua nelayan. Keuntungan yang besar ini dapat diperoleh tidak hanya
dengan memperbanyak hasil tangkapan, tetapi juga dengan memaksimalkan usaha
mempertahankan tingkat kesegaran ikan tersebut sampai dijual. Hal ini
dimaksudkan agar diperoleh harga jual yang tinggi per satuan berat ikan.
Persyaratan palka di bagi menjadi 4 bagian yaitu :
1.
Persyaratan teknis, yang harus dipenuhi oleh palka
adalah mampu meminimalkan pengaruh panas yang masuk ke dalam palka. Panas yang
masuk ke dalam palka akan memperbesar beban pendinginan. Akibatnya, penurunan
suhu tubuh ikan menjadi lebih lama dan usaha menstabilkan suhu ruang
penyimpanan juga menjadi terganggu karena adanya fluktuasi. (Kementerian
kelautan dan perikanan. 2015).
2.
Persyaratan ekonomis, ukuran ruang palka jangan
terlalu luas, tetapi juga jangan terlalu sempit. Luas palka harus
disesuaikan dengan kemampuan kapal dalam beroperasi dan menangkap ikan. Ruang
yang terlalu luas dan tidak sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh akan
menyebabkan banyak ruang yang kosong tidak terisi. Semakin luas ruang palka
maka panas yang harus juga semakin besar sehingga media pendingin yang
diperlukan lebih banyak. Dengan demikian, biaya pendinginan menjadi lebih
besar. (Kementerian kelautan dan perikanan. 2015).
3.
Persyaratan sanitasi dan higienis, palka ikan harus
memiliki sistem sanitasi dan higienis yang baik. Maksudnya, palka dapat dengan
mudah dibersihkan, baik sebelum, maupun sesudah penyimpanan ikan dilakukan.
Palka yang kotor dapat menjadi sumber bersarangnya bakteri dan mikroorganisme
lain. Sementara ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah terkontaminasi,
terutama oleh bakteri. Oleh karena itu, permukaan palka yang mungkin
bersinggungan langsung dengan ikan harus dibuat dari bahan-bahan yang kedap
air, mudah dibersihkan, dan mempunyai permukaan yang halus. (Kementerian
kelautan dan perikanan. 2015).
4.
Persyaratan biologis, palka harus dibuat dengan
drainase yang baik untuk mengeluarkan air lelehan es, lendir, dan darah yang
mungkin yang terkumpul di dasar palka. Selama penyimpanan dalam palka, es yang
digunakan dalam penanganan ikan akan mencair dan air lelehan ini akan
melarutkan kotoran-kotoran dan darah ikan. Air lelehan tersebut, jika tidak
dikeluarkan, akan menggenangi dasar palka dan menjadi sumber pencemaran yang
serius karena dalam air tersebut banyak mengandung bakteri. (Kementerian
kelautan dan perikanan. 2015).
Pada prinsipnya pendinginan adalah
mendinginkan ikan secepat mungkin ke
suhu serendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Pada umumnya,
pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin
suhu ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan demikian
melalui pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda,
tidak dihentikan. Cara yang paling mudah dalam pengawetkan ikan dengan
pendinginan adalah menggunakan es sebagai bahan pengawet, baik untuk pengawetan
di atas kapal maupun setelah di daratkan, yaitu ketika di tempat pelelangan,
selama distribusi dan ketika dipasarkan. Yang pertama perlu diperhatikan di
dalam penyimpanan dingin ikan dengan menggunakan es adalah berapa jumlah es
yang tepat digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara
sampai mendekati atau sama dengan suhu ikan dan kemudian mempertahankan pada
suhu serendah mungkin, biasanya 0 derajat Celcius. Perbandingan es
dan ikan yang ideal untuk penyimpanan dingin dengan es adalah 1 banding 1.( Prayogi, Dkk. 2006).
Proses penyimpanan hasil tangkap dilakukan
setelah tahap penanganan ikan di atas kapal. Hal yang perlu dicermati di dalam
pengawetan ikan dengan es adalah wadah yang digunakan untuk penyimpanan harus
mampu mempertahankan es selama mungkin agar tidak mencair. Wadah peng-es-an
yang ideal harus mampu mempertahankan suhu agar tetap dingin, kuat, tahan lama,
kedap air, dan mudah dibersihkan.
Dasar-dasar
penyimpanan yang baik :
a.
Segera dinginkan dan diberi es yang cukup.
b.
Ikan harus berkontak dengan es, bukan dengan lainnya.
c.
Air lelehan es mendinginkan dan menyegarkan ikan, sambil menghayutkan lendir, darah dan kotoran.
d.
Pengusahaan suhu yang cukup rendah sekitar tumpukan ikan es.
e.
Pemerliharaan kebersihan Segala peralatan, papan-papan, dan rak dalam palka harus
bersih sebelum ikan disusun. Sisa-sisa es dari perjalanan sebelumnya harus
dibuang habis.
f.
Perlakuan dalam palka Perlakuan yang utama adalah bahwa setibanya ikan dalam
palka, harus cepat-cepat didinginkan dan suhu dipelihara pada 0°C.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi
Lokasi
bertolak dari kota madya
Pare-Pare untuk menuju fishing ground di perairan Pare-pare. Alat tangkap
yang beroperasi pada saat itu yaitu bagan
perahu. Bagan perahu merupakan salah satu alat tangkap yang banyak beroperasi
di daerah tersebut., Kondisi cuaca pada saat berlayar dan melakukan penangkapan
lumayan baik.
B. Metodologi Praktek
1. Waktu dan Tempat
Praktek lapang Penanganan Hasil
Perikanan dilakukan pada hari Sabtu
tanggal 7 November 2015 pukul 17.00 -22.00 Wita untuk
Penanganan Hasil Tangkapan di Atas Kapal,
dan Pada hari Minggu tanggal 8 November 2015 pukul 05.30 – 08.00 Wita
untuk Penanganan Ikan di Darat
di Pare-Pare Sulawesi Selatan.
2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan
pada praktek lapang ini yakni:
Tabel 1. Alat dan Bahan
No
|
Alat
dan Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Alat tulis menulis
|
Mencatat hasil
wawancara
|
2.
|
Alat dokumentasi
( kamera )
|
Mendokumentasikan
operasi penangkapan
|
3.
|
Papan preparat
|
Media dalam
melakukan pengukuran ikan
|
4.
|
Pelampung
|
Alat keselamatan
diri di laut
|
5.
|
Ikan hasil
tangkapan
|
Objek pengukuran
dan penelitian
|
3. Metode Praktek / Teknik pengambilan Data
Adapun
metode yang digunakan pada saat praktek adalah:
a. Metode
Observasi
Metode ini melibatkan mahasiswa untuk terjun
langsung ke lapangan dalam pengambilan data, dalam hal ini ikut bersama nelayan
di Pare-Pare melaut untuk melihat secara langsung penangan di atas kapal.
b. Metode
Wawancara
Metode ini dilakukan dalam upaya
melengkapi data yang dibutuhkan, dimana mahasiswa bisa melakukan wawancara
langsung dengan nelayan yang ada di bagan perahu tersebut.
c. Studi
Literatur
Studi
literatur ini bertujuan untuk melengkapi segala kekurangan yang ada dan untuk
membandingkan antara teori yang ada
dengan metode penerapannya di lapangan.
d. Penanganan di atas Kapal
1. Fasilitas Penanganan di Atas Kapal
Fasilitas
penanganan yang ada pada alat tangkap bagan perahu yang menjadi objek
penelitian dan pengamatan yakni wadah ember plastik. Pada bagan ini tidak
terdapat es untuk mendinginkan ikan tangkapan.
2. Cara Penanganan di Atas Kapal
Pada alat tangkap bagan perahu yang
menjadi objek penelitian dan pengamatan, ikan hasil tangkapan hanya dimasukkan
kedalam wadah ember tanpa diberi perlakuan khusus atau dibiarkan begitu saja.
Namun, saat nelayan ini diwawancarai mereka hanya mengatakan bahwa alasan ikan
tidak diberi es sebab mereka telah mengetahui bahwa pada musim barat, jumlah ikan sedikit
sehingga tidak perlu membawa es. Selain itu, jarak antara lokasi penangkapan
ikan dengan darat tidak terlalu jauh sehingga penanganan bisa dilakukan di
darat.
3. Metode atau Tehnik Pengesan di Atas
Kapal
Pada
alat tangkap bagan perahu yang menjadi objek penelitian dan pengamatan, tidak
ada penanganan ikan dengan menggunakan metode atau tehnik pengesan.
4. Hasil Tangkapan yang Dominan
Tertangkap
Hasil tangkapan yang dominan
tertangkap oleh bagan perahu yakni;
Tabel 2. Hasil tangkapan bagan
perahu
No.
|
Nama Ikan
|
Latin
|
Gambar
|
|||
|
|
|
|
|||
1
|
Ikan Biji Nangka
|
Upeneus moiluccensi
|
||||
|
||||||
|
||||||
|
|
|||||
|
|
|
|
|||
|
||||||
2
|
Ikan Teri
|
Stolephorus sp
|
||||
|
||||||
|
||||||
|
|
|
||||
|
|
|
|
|||
3
|
Ikan Peperek
|
Leiognatrhidae
|
||||
|
|
|
||||
|
|
|
||||
E.
Penanganan Ikan di Darat
Penanganan ikan di darat dikhususkan di TPI Cempae, Pare-Pare. Tahap awal dari penanganan ikan yaitu, ikan disortir terlebih dahulu berdasarkan jenis dan ukurannya kemudian dilakukan pengesan dengan metode berlapis.
Gambar
1. Penyortiran ikan
Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara maka dalam proses penanganan ikan di darat nelayan Pare-Pare melakukan penanganan ikan
lanjutan karena ikan hasil tangkapan yang ada telah dilakukan pegesan terlebih
dahulu di atas kapal, nelayan atau
penjual yang ada di TPI Beba hanya menambahkan es untuk mepertahankan mutu
ikan. Nelayan di sana juga menggunakan metode pengesan berlapis. Tetapi es yang
mereka gunakan kurang baik karena mereka hanya menggunakan es batu kemudian
dihancurkan. Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginkan adalan sifat-sifat
asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa dan bau.
Agar
penggunaan es batu dalam proses pendinginan dapat memberikan hasil yang baik,
selain jumlah es batu, perlu juga diperhatikan ukuran kristal es batu yang
digunakan. Semakin halus es batu, luas permukaan tubuh ikan yang akan
bersinggungan dengan es batu semakin besar sehingga waktu yang diperlukan untuk
mencapai suhu 00C lebih singkat.
Gambar 2. Pengesan
dengan metode berlapis
Dalam
proses pendinginan ikan dengan es batu, terjadi perpindahan panas dari tubuh
ikan ke kristal es batu. Ikan dengan suhu tubuh relatif lebih tinggi akan
melepaskan sejumlah energi panas yang kemudian diserap oleh kristales batu.
Dengan demikian, suhu tubuh ikan menurun dan sebaliknya kristal es batu akan
meleleh karena terjadi peningkatan suhu. Proses pemindahan panas ini akan
terhenti apabila suhu tubuh ikan telah mencapai 00C, yaitu sama
dengan suhu es batu.
Efisiensi
pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan
sebelum didinginkan. Hal ini sesuai pendapat Adawyah (2007) bahwa pendinginan
yang dilakukan sebelum rigor mortis berlalu merupakan cara yang paling efektif
jika disertai dengan teknik yang benar. Adapun cara penanganan ikan yang baik
adalah dengan menerapkan 4 (empat) prinsip, yaitu :
1.
Cepat
Ditangani
dengan cepat sesaat setelah ditangkap dan tidak terburu- buru. Berdasarkan
hasil observasi di lapangan para nelayan
memberikan perlakuan
yang tidak baik terhadap ikan seperti dengan melempar ikan hal ini sesuai dengan Anonim (2012) bahwa jika ikan terluka atau memar akibat benturan atau lemparan maka itu akan mempercepat ikan membusuk.
Gambar
3. Penanganan ikan yang tidak terburu-buru
2.
Cermat
Dengan
hati-hati agar ikan tidak luka atau
memar. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan nelayan juga terburu-buru dalam
melakukan penanganan di atas kapal.Menurut Anonim (2008) bahwa adanya luka pada
ikan yang menyebabkan ikan memar atau patah, luka maka itu dapat mempercepat
proses pembusukan terjadi.
Gambar 4. Cara penanganan ikan yang tidak benar
3.
Bersih
dan Sehat
Lingkungan dan orang yang menangani
harus bersih dan sehat. Yang terlihat dilapangan faktor kebersihan tidak
diperhatikan karena pada saat ikan di naikkan diatas kapal tidak menggunakan
wadah yang bersih untuk menyimpan ikan seperti
keranjang atau cool box yang bersih.
Gambar 5. Wadah/ keranjang yang
digunakan pada saat penanganan didarat
Hal ini tidak tidak sesuai seperti yang dikatakan oleh Adawyah (2007) bahwa untuk menghasilkan produk yang bagus maka harus membiasakan untuk mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan begitu juga dengan lantainya setiap kali proses terhenti, baik karena istirahat atau proses selesai.
Gambar 6.
Ikan yang diletakkan di lantai TPI
Pada
saat di TPI Beba mereka juga terkadang hanya meletakkan ikan hasil tangkapan di
lantai TPI tanpa memperhatikan kebersihan.
4.
Menerapkan
suhu rendah/ dingin dengan kisaran 00C.
Berdasarkan yang ada dilapangan sesaat setelah ikan ditangkap nelayan menggunakan es , metode pengesan yang mereka lakukan yakni metode pengesan berlapis. Prinsip pendinginan adalah pengambilan/ pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain.
Gambar 7. Wadah yang digunakan pada saat penanganan di
darat
Dalam proses pemindahan ikan dari
palka kedalam box, es yang menempel pada ikan dibersihkan terlebih dahulu dan
ikan-ikannya di sortasi berdasarkan jenisnya karena dari hasil observasi di
lapangan, hasil tangkapannya adalah berupa ikan Selar dan ikan layang ekor
kuning.
Jenis
box yang digunakan pada pengamatan di lapangan adalah box yang terbuat dari
gabus atau styrofoam. Namun box tersebut sudah tidak terlalu bersih karena
sudah ada beberapa bagian yang berjamur. Keadaan yang demikian sebenarnya
dikhawatirkan dapat menjadi sumber penyebab menurunnya mutu ikan. Padahal
menurut Anonim (2008), salah satu prinsip penanganan yang baik adalah bersih
dan sehat baik lingkungan, wadah ataupun orang yang menangani.
F. Hasil Uji
Organoleptik
Uji organoleptik merupakan cara untuk
mengetahui tingkat kesegaran ikan hasil tangkapan yang dilakukan diatas kapal.
Dari hasil pengamatan praktek lapang kita dapat mengetahui kesegaran pada ikan.
Ada beberapa perubahan yang terjadi pada ikan.
pada ikan peperek (Leiognathus equulus) Perubahan pada (mata) adalah cerah
bola mata menonjol, kornea jernih. Agak cerah, bola mata rata, pupil
keabu-abuan, kornea agak jernih. Bola mata agak cekung, pupil berubah
keabu-abuan, kornea agak keruh. Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan,
kornea. Setelah itu terjadi perubahan pada (insang): Warna merah cemerlang,
tanpa lendir. Warna merah agak kusam, tanpa lendir. Warna merah agak kusam,
sedikit lendir. Kemudian perubaha pada (daging dan perut): Sayatan daging
sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang,
perut utuh, ginjal merah terang, daging perut dagingnya utuh bau isi perut
segar. Sayatan daging cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang
tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh
bau isi perut netral. Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada
pemerahan sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, ginjal mulai pudar,
dinding perut dagingnya utuh, bau netral. Sayatan masih cemerlang, didua perut
agak lembek, kemerah pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu.
Perubaha pada (bau): Segar bau rumput laut, bau spesifik menurutn jenis. Bau
segar rumput laut mulai hilang. Tidak berbau, netral. Perubahan pada (tekstur):
Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang
belakang. Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging
dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya. Agak
lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari
tulang belakang. Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak
mudah menyobek daging dari tulang belakang.
ikan teri (Stolephorus commersonii)
Perubahan pada (mata) adalah cerah bola mata menonjol, kornea jernih. Agak
cerah, bola mata rata, pupil keabu-abuan, kornea agak jernih. Bola mata agak
cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh. Setelah itu terjadi
perubahan pada (insang): Warna merah cemerlang, tanpa lendir. Warna merah agak
kusam, sedikit lendir. Mulai ada di kolosi, sedikit lendir. Kemudian perubaha
pada (daging dan perut): Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak
ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang,
daging perut dagingnya utuh bau isi perut segar. Sayatan daging cemerlang,
berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh,
ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh bau isi perut netral. Sayatan
daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang
belakang, perut agak lembek, ginjal mulai pudar, dinding perut dagingnya utuh,
bau netral. Perubaha pada (bau): Segar bau rumput laut, bau spesifik menurutn
jenis. Bau segar rumput laut mulai hilang. Tidak berbau, netral. Perubahan pada
(tekstur): Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari
tulang belakang. Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek
daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya.
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari
tulang belakang.
Pada ikan biji nangka (Openeus tragula) Perubahan pada (mata)
adalah: Cerah bola mata menonjol, kornea jernih. Agak cerah, bola mata rata,
pupil keabu-abuan, kornea agak jernih. Bola mata agak cekung, pupil berubah
keabu-abuan, kornea agak keruh. Setelah itu terjadi perubahan pada (insang):
Warna merah cemerlang, tanpa lendir. Warna merah agak kusam, sedikit lendir.
Mulai ada di kolorasi merah mudah, merah cokelat, sedikit lendir. Kemudian perubaha
pada (daging dan perut): Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak
ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang,
daging perut dagingnya utuh bau isi perut segar. Sayatan daging cemerlang,
berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh,
ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh bau isi perut netral. Sayatan
daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang
belakang, perut agak lembek, ginjal mulai pudar, dinding perut dagingnya utuh,
bau netral. Perubaha pada (bau): Segar bau rumput laut, bau spesifik menurutn
jenis. Bau segar rumput laut mulai hilang. Tidak berbau, netral. Perubahan pada
(tekstur): Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari
tulang belakang. Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek
daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya.
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari
tulang belakang.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Setelah turun langsung ke lapangan
dan memperhatikan nelayan mulai dari melakukan penangkapan, cara penanganan
hasil tangkapan di atas kapal, hingga fasilitas atau wadah yang digunakan saat
melakukan penanganan hasil tangkapan, dapat disimpulkan bahwa prinsip
penanganan yang diterapkan oleh masyarakat cempae bukan prinsip penanganan yang
baik, karena hanya prinsip cepat dan penerapan suhu rendah yang mereka terapkan
dan tidak menerapkan prinsip cermat dan hati-hati, bersih dan sehat.
B. Saran
Sebaiknya pada
praktik lapang berikutnya kapalnya bisa di tambah lagi agar pada saat kita
mengambil data bisa maxsimal dan tidak berdesak – desakan dalam satu kapal,
kalo bisa kita lebih membantu nelayan, misalnya dalam pemberian saran ataupun
melakukan sosialisasi mengenai prinsip penanganan yang baik, tidak hanya
sekedar memperhatikan cara pananganan dari nelayan.
1. Untuk Asisten
Kalau bisa praktek lapang kedepanya menjadi lebih
baik lagi.
2.Untuk Praktek Lapang
Kalau bisa praktek lapang ke
depannya memakai bagan rambo
DAFTAR
PUSTAKA
Kementerian Kelautan dan
Perikanan .2015. Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan. BaPusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan .Badan
Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan. Jl. Medan Merdeka
Timur, No. 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 6 Jakarta.
Prayogi, Urip &
Baheramsyah, A. 2006. “Perbandingan Es
dan Ikan untuk Penyimpanan dingin Pada Kapal Ikan Tradisional”, Prosiding
Seminar Nasional Pascasarjana VI.an
Wahyono, Agung. 2012. “Penanganan Ikan Hasil Tangkapan Di Atas
Kapal”. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang.
Sudirman dan Nessa. 2011.. “Perikanan bagan dan aspek pengelolaanya.
Malang”, Universitas Hasanuddin. file:///C:/user/user/Downloads/1270-2004-1-sm.pdf (Diakses pada tanggal 21 November 2015)..
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.