MAKALAH MANGROVE |
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai
salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan
rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis
hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut,
habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat
asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning
ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro.
Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit.
Sebagian
manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem
mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove)
menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh
masyarakat untuk berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang dan
rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna
yang berasosiasi dengan ekosistem.
Keberadaan
ekosistem mangrove di Indonesia saat ini benar-benar telah pada posisi yang
sangat menghawatirkan, mengingat untuk pemenuhan keragaman kebutuhan penduduk
yang jumlahnya makin bertambah pesat ini telah pula merebak ke wilayah
mangrove. Kehidupan modern dan kemudahan aksesibilitas hasil produksi ekosistem
mangrove ke pasaran serta pemanfaatan yang berlebihan tanpa memperhatikan
kaedah kelestarian lingkungan telah mengakibatkan penurunan kuantitas maupun
kualitasnya. Padahal ekosistem mangrove merupakan mintakat peralihan antara
daratan dan lautan yang mempunyai perbedaan sifat lingkungan tajam, yang
kelestariannya sangat rentan terhadap perubahahan lingkungan.
Mengingat
pentingnya fungsi jalur hijau mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem
pantai, maka sangat diperlukan upaya-upaya untuk melindunginya. Untuk
mempertahankan kelestarian hutan mangrove tersebut, suatu sistem pengelolaan
hutan mangrove yang memperhatian prinsip kesinambungan fungsi hutan mangrove,
terpeliharanya jaringan-jaringan kehidupan ekosistem mangrove dan kesadaran serta
kesamaan persepsi berbagai pihak atas pentingnya keberadaan hutan mangrove,
perlu dikaji dan diterapkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
tanaman mangrove itu?
2.
Bagaimana
daya adaptasi hutan mangrove terhadap lingkungan?
3.
Bagaimana
teknik pengelolaan ekosistem mangrove?
4.
Apakah
fungsi mangrove secara ekologis?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apakah tanaman mangrove itu.
2.
Mengetahui
daya adaptasi hutang mangrove terhadap lingkungan.
3.
Menjelaskan
teknik pengelolaan mangrove.
4.
Menjelaskan
fungsi mangrove secara ekologis.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1Definisi
Mangrove dan Ekosistem Mangrove
Hutan
mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut,
terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada
saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam (Kusuma et al, 2003). Menurut FAO, Hutan
Mangrove adalah Komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Kata
mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis ”Mangue” dan bahasa
Inggris ”grove” (Macnae, 1968). Dalam Bahasa Inggris kata mangrove
digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang
surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas
tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal
woodland, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa Indonesia).
Selain
itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya
yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah
hutan bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena
bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan
mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan
lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau
sebaiknya dihindari (Kusmana et al, 2003). Tumbuhan mangrove bersifat
unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan
di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut
akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara
adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob
Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada
pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya,
benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.
Mangrove
tumbuh dan berkembang pada pantai-pantai tepat di sepanjang sisi pulau-pulau
yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau di belakang
terumbu karang di pantai yang terlindung (Nybakken, 1998). Indonesia memiliki
sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut
FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang
hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah vivipar terdapat
sekitar 12 famili.
Dari
sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan
antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.),
tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.) merupakan
tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut
adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah
habitatnya. Jenis api-api (Avicennia sp.) atau di dunia dikenal sebagai black
mangrove mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah
habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperartur
tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di
bawahnya mampu menahan endapan dengan baik. Mangrove besar, mangrove merah atau
Redmangrove (Rhizophora sp.) merupakan jenis kedua terbaik.
Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang
besar dan angin.
Ekosistem
mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang
mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,
terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak
yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Dalam
suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies
mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan
mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang,
kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and
Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa
komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada
faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut,
ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Daya
Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan
Tumbuhan
mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2001),
menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
1. Adaptasi terhadap kadar kadar
oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas : (1)
bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya : Avecennia spp.,
Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari
udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora
spp.).
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang
tinggi :
Memiliki sel-sel khusus dalam daun
yang berfungsi untuk menyimpan garam.
Berdaun kuat dan tebal yang banyak
mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
Daunnya memiliki struktur stomata
khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang
kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar
yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping
untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur
hara dan menahan sedimen.
II.2 Zonasi Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2001), penyebaran
dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut
salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia :
•
Daerah
yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi
oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp.
yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
•
Lebih ke
arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini
juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
•
Zona
berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
•
Zona
transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh
Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
II.3.
JENIS – JENIS MANGROVE YANG ADA DI INDONESIA
Tabel
1. Penyebaran jenis-jenis mangrove di pulau-pulau
utama di Indonesia
No
|
Jenis
|
Island
|
||||||
Java
|
Bali&LSI*
|
Sumatra
|
Kalimantan
|
Sulawesi
|
Maluku
|
Papua
|
||
1
|
Acanthus ilicifolius
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
2
|
Aegiceras corniculatum
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
3
|
Aegiceras floridum
|
+
|
+
|
+
|
+
|
|||
4
|
Acrosticum
aureum
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
5
|
Avicennia alba
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
6
|
Avicennia lanata
|
+
|
+
|
|||||
7
|
Avicennia marina
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
8
|
Avicennia officinalis
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
9
|
Bruguiera
cylindrica
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
10
|
Bruguiera gymnorrhiza
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
11
|
Bruguiera parviTumbuhan
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
12
|
Bruguiera sexangula
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
|
13
|
Cerbera
manghas
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
14
|
Ceriops
decandra
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
15
|
Ceriops tagal
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
16
|
Derris trifoliata
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
17
|
Dolichandrone
spathacea
|
+
|
+
|
|||||
18
|
Excoecaria
agallocha
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
19
|
Finlaysonia
maritima
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
20
|
Heritiera littoralis
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
21
|
Kandelia
candel
|
+
|
+
|
|||||
22
|
Lumnitzera
littorea
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
23
|
Lumnitzera racemosa
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
|
24
|
Nypa fruticans
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
25
|
Osbornea octodonta
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
||
26
|
Pemphis acidula
|
+
|
+
|
+
|
||||
27
|
Phoenix
paludosa
|
+
|
||||||
28
|
Pluchea indica
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
29
|
Rhizophora apiculata
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
30
|
Rhizophora lamarckii
|
+
|
+
|
+
|
+
|
|||
31
|
Rhizophora mucronata
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
32
|
Rhizophora stylosa
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
33
|
Scyphiphora hydrophyllacea
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
34
|
Sonneratia alba
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
35
|
Sonneratia caseolaris
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
36
|
Sonneratia ovata
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
|
37
|
Widelia biTumbuhan
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
38
|
Xylocarpus granatum
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
39
|
Xylocarpus moluccensis
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
40
|
Xylocarpus rumphii
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Gamabar
1.1
II.4.
KOMPONEN EKOSISTEM MANGROVE
Ekosistem tersusun dari beberapa komponen.Antara
komponen-komponen ekosistem terjadi saling ketergantungan, yang berupa makan
dimakan, atau dalam bentuk persekutuan hidup.Makhluk tergantung pada
lingkungannya, baik lingkungan abiotik atau biotik.Keadaan komponen abiotik
yang sesuai bagi satu jenis makhluk berbeda untuk jenis makhluk yang
lainnya.Dalam ekosistem lingkungan abiotik sangat menentukan jenis-jenis
makhluk yang dapat sesuai dengan lingkungan tertentu.
Di daerah sekitar muara sungai, tanahnya berlumpur dan
hampir selalu tergenang air.Kadar garam tinggi dan kandungan oksigen dalam
tanah rendah.Di daerah berlumpur, tumbuhan bakau merupakan salah satu tumbuhan
yang khas. Mempunyai ciri yang khas pada struktur akar dan cara
berkembangbiaknya. Tumbuhan dan hewan yang hanya ada di daerah pegunungan
hidupnya tergantung pada keadaan suhu yang cukup rendah. Cacing yang hidup di
dalam tanah akan menyebabkan adanya rongga-rongga dalam tanah. Rongga-rongga
tersebut akan terisi oksigen sehingga kadar oksigen dalam tanah bertambah.
Di daerah yang banyak pohon terasa lebih sejuk dibandingkan
dengan yang jarang ada pohonnya.Pohon-pohon yang besar dapat mempengaruhi suhu
suatu tempat.Dari hal-hal di atas tampak bahwa komponen biotik dan abiotik itu
saling mempengaruhi.
Saling ketergantungan dapat terjadi antara:
Komponen
biotik dengan biotik yang lain, seperti:
o Saling ketergantungan antara mahkluk
hidup yang sejenisantungan antara komponen biotik dan abiotik.
o Hewan jantan dengan hewan betina
untuk dapat berkembangbiak.
o Semut yang satu dengan semut lain
saat membawa makanan.
o Saling ketergantungan antara mahluk
hidup yang tak sejenis.
o Bunga membutuhkan kupu-kupu untuk
melakukan penyerbukan.
o Ulat membutuhkan tumbuhan untuk
makanannya.
Komponen
biotik dengan abiotik, seperti:
o Tumbuhan hijau membutuhkan air, CO2,
dan sinar matahari untuk proses fotosintesis.
o Semua mahluk hidup membutuhkan O2
untuk bernafas.
II.5.
PERANAN EKOSISTEM MANGROVE
Menurut Davis, Claridge dan Natarina
(1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :
- Habitat satwa langka Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
- Pelindung terhadap bencana alam Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
- Pengendapan lumpur Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
- Penambah unsur hara Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
- Penambat racun Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
- Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ) Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
- Transportasi Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
- Sumber plasma nutfah Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
- Rekreasi dan pariwisata Hutan
bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan
yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek
wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI),
Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap
(Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan
obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan
antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan
juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai
Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam
kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.
Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata. - Sarana pendidikan dan penelitian Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
- Memeliharaproses-proses dan sistem alami Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
- Penyerapan karbon Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
- Memelihara iklim mikro Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
- Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
Menurut
(Santoso dan H.W. Arifin, 1998) ekosistem hutan mangrove bermanfaat secara
ekologis dan ekonomis yaitu:
1. Fungsi ekologis :
o Pelindung garis pantai dari abrasi,
o Mempercepat perluasan pantai melalui
pengendapan,
o Mencegah intrusi air laut ke
daratan,
o Tempat berpijah aneka biota laut,
o Tempat berlindung dan berkembangbiak
berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga,
o Sebagai pengatur iklim mikro.
2.
Fungsi ekonomis :
o Penghasil keperluan rumah tangga
(kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan, obat-obatan),
o Penghasil keperluan industri (bahan
baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit, pewarna),
o Penghasil bibit ikan, nener udang,
kepiting, kerang, madu, dan telur burung,
o Pariwisata, penelitian, dan
pendidikan.
II.6Jaring
– Jaring Makanan Ekosistem Mangrove
Rantai makanan
Rantai makanan merupakan pengalihan
energi dari sumbernya dari dalam tumbuhan melalui sederertan organisme yang
makan dan yang di makan.Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok,
yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit (Ridwanaz, 2010).
Salah satu cara suatu komunitas
berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi
perpindahan energy,elemen kimia,dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk
yang lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam kelompok ekologis yang
terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat
trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama
dalam tingkat memakan.
Sumber energi berasal dari matahari.
Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi
matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan
dalam tingkat trofik pertama.Hewan herbivora atau organisme yang memakan
tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua.Karnivora yang secara langsung
memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang
memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota iingkat trofik
keempat.
Ekosistem mangrove juga merupakan
daerah asuhan, berkembang biak, dan mencarimakan berbagai jenis ikan dan udang.
Oleh karena itu keberadaan ekosistem mangrovesangat penting dalam menjaga
kelestarian stok perikanan. Ekosistem mangrove jugaberperan untuk menjaga
stabilitas garis pantai.Pada umumnya fauna yang hidup di hutan mangrove adalah
serangga, crustaceae, Mollusca, ikan, burung, reptile dan mamalia.
Hutan bakau di beberapa daerah
sebagian besar banyak yang telah beralih fungsi dan di konversi menjadi lahan
budidaya ikan maka akan terjadi pemutusan rantai makanan yang mengandalkan
nutrient yang ada di pohon mangrove tersebut. Penjelasannya seperti ini, kita
sama-sama mengetauhi bahwa rantai makanan yang terjadi di hutan mangrove/bakau
tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus, rantai makanan ini sumber
utamanya dari hasil penguraian guguran daun dan ranting yang dihancurkan oleh
bakteri dan fungi sehingga menghasilkan detritus, hancuran detrirus ini
menghasilkan nutrient yang sangat penting bagi cacing, mollusca, crustaceae dan
hewan lainnya. Dengan rantai tersebut apabila hutan bakau ini di ubah menjadi
lahan budidaya maka, cacing, crustacean, mollusca dan hewan lainnya tidak
mendapatkan nutrient yang cukup utuk perkembangan kehidupannya. Bakteri dan
fungi akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata, kemudian protozoa dan avertrtebrata akan dimakan oleh
karnivora sedang yang selanjutnya di makan oleh karnivora tingkat tinggi,
Juwana (1999).
fungi dan bakteri yang tadinya hidup
untuk menguraikan dedaunan bakau/mangrove yang sudah jatuh dan seperti itu
kehidupannya maka bakteri dan fungi tersebut akan berkurang. Mungkin untuk
selanjutnya tidak ada yang berubah karena protozoa dan avertebrata memakan
baketri dan fungi yang kita tahu bahwa lahan tersebut tinggal beberapa jenis
bakteri dan fungi.
Menurut Hernandhi hidayat (2010)
mata rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove terdiri atas 2 jenis
yaitu :
1.
Rantai
Makanan Langsung
Pada
rantai makanan langsung yang bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove.
Tumbuhan mangrove ini akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting,
dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya sebagai konsumen tingkat 1.adalah
ikan-ikan kecil dan udang yang langsung memakan serasah mangrove yang jatuh
tersebut. Untuk konsumen tingkat 2 adalah organisme karnivora yang memakan ikan-ikan kecil dan
udang tersebut. Selanjutnya untuk konsumen tingkat 3 terdiri atas ikan-ikan
besar maupun burung – burung pemakan ikan. Pada akhirnya konsumen tingkat 3 ini
akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa
organic yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
Diagram rantai makanan langsung
Gambar
1.2
http://damarweb.blogspot.com/2013/01/komponen-biotik-dan-abiotik-hutan.html#close
2. Rantai Makanan Tidak Langsung /
Rantai Detritus.
Pada
rantai makanan tidak langsung atau rantai detritus ini melibatkan lebih banyak
organisme. Bertindak sebagai produsen adalah mangrove yang akan menghasilkan
serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan.
Selanjutnya serasah ini akan terurai oleh detrivor / pengurai. Detritus yang mengandung senyawa organic kemudian akan
dimakan oleh Crustacea, bacteria, alga, dan mollusca yang bertindak sebagai
konsumen tingkat satu. Khusus untuk bacteri dan alga akan dimakan protozoa
sebagai konsumen tingkat dua. Protozoa ini kemudian akan dimakan oleh amphipoda
sebagai konsumen tingkat tiga. Lalu, baik crustacea ataupun amphipoda ini
dimakan oleh ikan kecil (Konsumen Tingkat 4) dan kemudian akan dimakan oleh
ikan besar (konsumen 5). Selanjutnya untuk konsumen tingkat enam terdiri atas
ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan dan pada akhirnya konsumen
tingkat enam ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan
senyawa yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
Diagram rantai makanan tidak
langsung
Gambar: 1.3
http://damarweb.blogspot.com/2013/01/komponen-biotik-dan-abiotik-hutan.html#close
II.7
jaring- jaring makanan
Rantai ini dimulai dengan produksi
karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun
kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting.(Head, 1971; Sasekumar, 1984).
Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial
dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang
partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan
Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu
spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya
dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri
dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing
liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di
konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo
dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975). Dalam siklus ini dimasukan input
fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar Odum et al. (1982)..Sebagai
contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove
dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih.Akar mangrove
penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton
pada akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al.
1975; Hoffman and Dawes,1980). Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove
disajikan pada
II.8
Aliran Energy dan Siklus Material .
Aliran Energi
Energi dari sinar matahari merupakan tenaga penegndali dari
semua ekosistem.Tumbuhan dengan memanfaatkan tenaga yang berasal dari sinar
matahari mempunyai kemampuan untuk menyerap dan mengumpulkan nutrisi dari tanah
dan gas dari udara untuk menghasilkan makanannya.Energi beredar dalam ekosistem
dalam bentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan dari suatu tingkat rofik
ke tingkat trofik berikutnya. Dengan cara demikianlah energi mengalir dalam
sistem alam ini. Para ahli ekologi mempunyai pandangan, secara tradisional
terhadap aliran energi dalam ekosistem ini sama dengan para ahli ilmu lainnya,
yaitu mengamati aliran energi dalam sistem fisika. Mereka secara formal
memahami bahwa energi dalam sistem dalam berbagai bentuk.
Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan bentuk energi
satu ke bentuk energi yang lain dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen,
ke konsumen primer (herbivora), ke konsumen tingkat tinggi (karnivora), sampai
ke saproba[1], aliran energi juga dapat diartikan perpindahan energi dari satu
tingkatan trofik ke tingkatan berikutnya. Pada proses perpindahan selalu
terjadi pengurangan jumlah energi setiap melalui tingkat trofik makan-memakan.
Energi dapat berubah menjadi bentuk lain, seperti energi kimia, energi mekanik,
energi listrik, dan energi panas. Perubahan bentuk energi menjadi bentuk lain
ini dinamakan transformasi energi.
Materi anorganik yang masuk ke lingkungan mangrove akan
dimanfaatkan oleh produsen dalam hal ini adalah tumbuhan mangrove untuk
kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut berupa Karbon organik, Nitrogen,
dan Posfat dan bentuk nutrien
yang lainnya.
Mangrove akan menghasilkan serasah berupa bunga, ranting dan
daun mangrove yang jatuh ke perairan sebagian akan tenggelam atau terapung di
perairan tersebut dan sebagian lagi akan terbawa oleh arus laut ke daerah lain.
Serasah yang dihasilkan oleh pohon-pohon mangrove merupakan landasan penting
bagi produksi ikan di muara sungai dan daerah pantai.
Zat organik yang berasal dari penguraian serasah hutan
mangrove ikut menentukan kehidupan ikan dan invertebrata di sekitarnya dalam
rantai makanan.
Proses Aliran Energi dalam Ekosistem
Aliran energi dalam ekosistem
mengalami tahapan proses sebagai berikut :
1) Energi masuk ke dalam ekosistem berupa energi
matahari, tetapi tidak semuanya dapat digunakan oleh tumbuhan dalam proses
fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya dari rata-rata sinar matahari yang
sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh mekanisme fotosintesis, dan juga hanya
sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang diubah menjadi makanan (energi kimia).
Sisanya keluar dari sistem berupa panas, dan energi yang diubah menjadi makanan
oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses respirasi yang juga sebagai keluaran
dari sistem.
2) Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan
mungkin dilakukan melalui rantai makanan dan jaring-jaring makanan melalui
herbivora dan detrivora. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, terjadinya
kehilangan sejumlah energi diantara tingkatan trofik, maka aliran energi
berkurang atau menurun ke arah tahapan berikutnya dari rantai makanan.Biasanya
herbivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung tumbuhan, demikian pula
karnivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung mangsanya.
3) Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi,
maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari
sistem sebagai materi organik.
4) Organisme-organisme pada setiap tingkat
konsumen dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi
untuk pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari sistem
5) Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem
terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas
dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem
lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa
arus.
II.9 siklus biogeokimia pada ekosistem mangrove
Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah
siklus unsuratau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik
dankembali lagi ke komponen abiotik.Siklus unsur-unsur tersebut tidak
hanyamelalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksireaksi kimia
dalamlingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.
Siklus materi vegetasi mangrove dapat digambarkan dari
siklus biogeokimia yang meliputi:
1. Siklus karbon
Siklus karbon terjadi ketika organisme – organisme hidup
yang ada melakukan proses respirasi, terutama pada hewan – hewan yang ada di
ekosistem tersebut. Dalam respirasi CO2 yang dihasilkan akan digunakan oleh
tanaman yang tidak lain adalah mengrove untuk proses fotosintesis. Hasil dari
fotosintesis yang berupa O2 akan digunakan lagi oleh mahluk hidup dalam proses
respirasi lagi. Selain itu CO2 juga dihasilkan dari penguraian organisme –
organisme mati oleh decomposer. CO2 yang dihasilkan akan kembali keatmosfer dan
digunakan lagi oleh organisme yang membutuhkan.
2. Siklus Oksigen
Siklus oksigen( O2 ) sama seperti siklus karbon melalui
proses fotosintesis dan respirasi.
3. Siklus Nitrogen
Siklus nitrogen pada ekosistem mangrove hanya sedikit
terjadi.Siklus terjadi melalui dekomposisi organisme mati oleh bakteri –
bakteri yang sudah mati. Hasil penguraian berupa Amonia yang kemudian akan
digunakan oleh tanaman mangrove untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
4. Siklus Forfor
Sama seperti siklus nitrogen, fosfor organik berawal dari
organisme – organisme yang sudah mati dan diuraikan oleh decomposer menjadi
fosfor anorganik yang kemudian akan terlarut di air dan tanah, mengendap di
sedimen. Disedimen laut fosfor akan terkikis dan kemudian akan diserap oleh
akar tanaman mangrove.
5. Siklus Air
Siklus air melibatkan proses evaporasi, transpirasi,
presipitasi dan kondensasi. Siklus air akan berputar melaluitanah, laut dan
udara. Pada ekosistem mangrove siklus diawali dari proses transpirasi dan
evaporasi dari lingkungan biotik dan abiotik yang ada. Dari proses evaporasi
dan transpirasi air yang berupa uap akan menuju ke atmosfer dan berkondensasi
membentuk awan. Setelah terbentuk konsentrasi air yang cukup, kemudian air ini
diturunkan ke bumi melalui proses presipitasi kedaratan atau kembali ke laut.
Bagi air yang jatuh di daratan, air ini kemudian akan meresap ke bawah tanah
dan mengalir ke arah laut. Kemudian akan terjadi proses evaporasi dan
transpirasi lagi. Proses ini akan terus berulang sehingga membentuk sebuah
siklus. Pada siklus air cahaya matahari dan gravitasi akan terus menerus
mempengaruhi pergerakan air di permukaan bumi (Indriyanto,2006).
II.10 Kerusakan yang terjadi pada
Ekosistem Mangrove
- Perkembangan penduduk dan implikasinya pada pembangunan di wilayah pesisir memberikan dampak berupa gangguan terhadap kelestarian hutan mangrove. Faktor pertambahan penduduk menyebabkan bentuk pemanfaatan lahan untuk usaha-usaha lain seperti pertanian, perkebunan, pertambakan, pemukiman dan lain-lain. Hutan mangrove salah satunya yang digunakan untuk kepentingan manusia dalam proyek pembangunan yang sedang mereka kerjakan.
- Perkembangan tambak super intensif di kawasan pantai menyebabkan tambak tradisional yang semula ditanami mangrove pada tanggulnya dibongkar. Adanya reklamasi pantai untuk dijadikan tambak intensif mengurangi areal lahan yang berhutan mangrove. Pembuatan tambak tradisional yang semakin jarang digunakan menjadikan areal lahan hutan mangrove harus dijadikan reklamasi pantai.
- Pembangunan pusat industry, pembangunan pusat pembangkit tenaga listrik, pembangunan tempat rekreasi, pemukiman, sarana perhubungan dan pengembangan perikanan yang dibangun diwilayah pantai dalam perkembangannya nanti akan mendesak keberadaan hutan mangrove.
- Percepatan laju pemanfaatan hutan mangrove yang terkait dengan pada berbagai sector. Mendorong mulai dilakukannya pengelolaan lahan mangrove secara sektoral. Akan tetapi dilain pihak penataan hutan mangrove belum dilakukan secara menyeluruh. Sehingga berakibat dalam pemanfaatan lahan mangrove sering terjadi benturan kepentingan yang dapat mengancam kelestarian hutan mangrove.
- Adanya masyarakat tradisional yang memanfaatkan kekayaan mangrove sebagai salah satu cara merusak fungsi hutan. Masyarakat tradisional cenderung menggantungkan hidupnya pada fungsi hutan. Semakin intensifnya usaha pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat secara tradisional misalnya, mereka melakukan penebangan pohon pada hutan untuk mendapatkan kayu bakar yang digunakan untuk kepentingan harian mereka. Biasanya masyrakat tradisional memanfaatkan kayu bakar yang mereka dapat dari memotong pohon di hutan dijadikan sebagai arang. Hal demikian lah yang merupakan salah satu dari rusaknya ekosistem fungsi hutan sebagaimana mestinya.
Selain
faktor-faktor diatas, masih ada faktor lain yang mendorong terjadinya kerusakan
pada ekosistem hutan mangrove. Yakni, faktor sosial-budaya dan sosial-ekonomi.
Faktor tersebut memengaruhi kelestarian hutan mangrove.
- Faktor sosial-budaya
Tradisi
masyarakat yang merupakan warisan nenek moyang para pemukim di daerah kawasan
mangrove ternyata dapat merusak keseimbangan ekosistem mangrove. Misalnya saja
adanya tradisi menambatkan perahu yang dengan sengaja dilakukan oleh masyarakat
khususnya para nelayan memunyai pengaruh merusak tanaman bakau muda. Tradisi
beternak hewan herbivora yang memakan daun muda disekitar mangrove, juga dapat
merusak pertahanan mangrove.
- Faktor Sosial-ekonomi
Penebangan
hutan mangrove untuk mendapatkan kayu bakar. Dan kesadaran masyarakat
akan kelestarian lingkungan yang kurang, mereka beranggapan bahwa
hutan adalah milik bersama. Sehingga apapun yang dimiliki oleh hutan dapat
dimanfaatkan oleh masing-masing kelompok individu. Padahal apa yang mereka
lakukan justru menjadikan kelestarian mangrove semakin punah.
II. 11 Tindakan yang perlu dilakukan untuk menjaga
kelestarian Ekosistem Mangrove
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan
mangrove antara lain:
1. Penanaman kembali mangrove
sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam
pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan hutan mangrove
berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat
antara lain terbukanya peluang kerja sehingga terjadi peningkatan
pendapatan masyarakat.
2. Pengaturan kembali tata ruang
wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi
kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme)
berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
3. Peningkatan motivasi dan
kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara
bertanggungjawab.
4. Ijin usaha dan lainnya
hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
5. Peningkatan pengetahuan dan
penerapan kearifan local tentang konservas
6. Peningkatan pendapatan
masyarakat pesisir
7. Program komunikasi konservasi
hutan mangrove
8. Penegakan hukum
9. Perbaikkan ekosistem wilayah
pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya dalam memperbaiki
ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan yang
kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain itu
juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal (kearifan lokal)
tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh
dapat mendukung program ini.
BAB III
KESIMPULAN
•
Ekosistem
mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang unik dan khas yang
bernilai ekologis dan ekonomis.
•
Mengingat
aktivitas manusia dalam pemanfaatan hutan mangrove, maka diperlukan pengelolaan
mangrove yang meliputi aspek perlindungan dan konservasi.
•
Dalam
rangka pengelolaan, dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan mangrove
yang melibatkan semua unsur masyarakat yang terlibat.
DAFTAR
PUSTAKA
Adinugraha, H.A. 2002. Counterpart Training Report in Japan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
Bengen, D.G.
2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, 1999. Strategi national pengelolaan hutan
mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan, Jakarta
Nuryanto, A.
2003. Silvofihsery (Mina Hutan) : Pendekatan Pemanfaatan Hutan Mangrove
Secara Lestari. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.
http://forestryinformation.wordpress.com/2011/06/08/ekosistem-hutan-mangrove-manfaat-dan-pengelolaannya/diakses
tanggal27 April 015 20.30
http://www.forda-mof.org/files/RPI_4_Pengelolaan_Hutan_Mangrove.pdf
diakses tanggal 28 April 201500.35
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.