BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekologi estuaria merupakan daerah
atau lingkungan yang merupakan campuran antara air sungai dan air laut,
sehingga mengakibatkan daerah estuaria ini mempunyai air yang bersalinitas
lebih rendah daripada lautan terbuka. Meskipun demikian proses percampuran ini
adalah merupakan pencampuran yang kompleks. Dimana air tawar yang mempunyai
densitas lebih kecil dari air laut cenderung mengembang diatasnya. Pada daerah
estuaria ini juga terdapat fluktuasi perubahan salinitas yang berlangsung
sacara tetap yang berhubungan dengan gerakan air pasang. Massa air yang masuk
kedalam daerah estuaria pada waktu terjadi air surut hanya bersumber dari air
tawar, akibatnya salinitas air didaerah estuaria pada saat itu umumnya rendah.
Pada waktu air pasang air masuk kedalam estuaria dari air laut bercampur dengan
estuaria, sehingga mengakibatkan salinitas naik. Mengakibatkan
organisme-organisme laut tidak dapat hidup didaerah estuaria, kebanyakan
organisme-organisme laut tersebut hanya dapat bertoleransi terhadap perubahan
salinitas yang kecil. Dan akibatnya mereka tidak di bisa hidup didaerah
estuaria. Sebagian besar jenis flora dan fauna yang hidup didaerah estuaria
tersebut adalah organisme yang telah beradaptasi dengan kondisi yang terbatas
didaerah tersebut.
Akibatnya wilayah estuaria tersebut
merupakan suatu tempat yang sulit untuk ditempati, daerah ini bersifat sangat
produktif yang dapat mendukung sejumlah besar biota. Oleh karena itu, umumnya
daerah ini dikatakan bahwa estuaria relatif hanya dapat dihuni oleh beberapa
spesies saja. Pada daerah estuaria ini selain dari turun naiknya salinitas yang
disebabkan oleh air pasang, juga terjadi penurusan salinitas yang bertahap
ketika air dari mulut estuaria (muara sungai) bergerak ke arah sumber mata air
(hulu sungai) sehingga terdapat wilayah dari flora dan fauna yang hidup di
daerah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian
estuaria?
2. Bagaimanakah kondisi lingkungan
di ekosistem estuaria?
3. Bagaimanakah
komposisi biota di ekosistem estuaria?
4. Bagaimanakah adaptasi
organisme pada ekosistem estuaria?
5. Bagaimanakah peranan
ekologis ekosistem estuaria?
6. Apakah Ancaman Kerusakan Wilayah Estuaria?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Estuaria
Estuaria adalah wilayah pesisir semi
tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan
air tawar dari daratan. Secara sederhana estuaria didefinisikan sebagai tempat
pertemuan air tawar dan air asin (Nybakken, 1988). Sebagian besar estuaria
didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air
tawar dan air laut.
Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang
berhubungan bebas dengan laut, sehingga laut dengan salinitas tinggi dapat
bercampur dengan air tawar (Bengen, 2002, Pritchard, 1976). Kombinasi pengaruh
air laut dan air tawar akan menghasilakan suatu komunitas yang khas, dengan
lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000), antara lain:
1. Tempat bertemunya arus air dengan arus
pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada
sedimentasi, pencampuran air dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa
pengaruh besar pada biotanya.
2. Pencampuran kedua macam air tersebut
menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat
air sungai maupun air laut.
3. Perubahan yang terjadi akibat adanya
pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis
dengan lingkungan sekelilingnya.
4. Tingkat kadar garam didaerah estuaria
tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus
lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.
Estuaria dapat diklasifikasikan berdasarkan pada
karakteristik, diantaranya:
1. Geomorfologis: lembah sungai tergenang,
estuaria jenis fyord, estuaria bentukan tanggul dan estuaria bentukan tektonik.
a. Estuaria daratan pesisir, paling umum
dijumpai, dimana pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang
menggenangi sungai bagian pantai yang landai
b. Laguna (Gobah) atau teluk semi tertutup,
terbentuk oleh adanya beting pasir yang terletak sejajar dengan garis pantai
sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut.
c. Fyords, merupakan estuaria yang dalam,
terbentuk oleh aktivitas glester yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh
air laut
d. Estuaria tektonik, terbentuk akibat aktivitas
tektonik (gempa bumi atau letusan gunung berapi), yang mengakibatkan turunnya
permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang.
2. Sirkulasi dan stratifikasi air:
a. Stratifikasi tinggi atau estuaria baji garam,
dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin
b. Tercampur sebagian merupakan tipe yang paling
umum dijumpai. Pada estuaria ini aliran air tawar dari sungai seimbang dengan
air laut yang masuk melalui arus pasang. Pencampuran ini dapat terjadi karena
adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh aksi pasang surut.
c. Tercampur sempurna. Estuaria jenis ini terjadi
di lokasi-lokasi dimana arus pasang-surut sangat dominan dan kuat.
Berdasarkan salinitas ( kadar garamnya ), estuaria dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu :
· Oligohalin yang
berkadar garam rendah (0,5% – 3 %)
· Mesohalin yang berkadar
garam sedang (3% – 17 %)
· Polihalin yang
berkadar garam tinggi, yaitu diatas 17 %
B. Kondisi Lingkungan
Perpaduan antara beberapa sifat
fisik estuaria mempunyai peranan yang penting terhadapa kehidupan biota
estuaria. Beberapa sifat yang penting antara lain:
1. Salinitas. Estuaria memiliki gradien salinitas
yang bervariasi, terutama bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air
laut melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi
organisme, tetapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga menangkal
predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas
rendah.
2. Substrat. Sebagian besar estuaria didominasi
oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang dibawa melalui air tawar
(sungai) dan air laut. Sebagian besar lumpur estuaria bersifat organik,
sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi
cadangan makanan yang penting bagi organisme estuaria
3. Sirkulasi air. Selang waktu mengalirnya air
dari sungai ke dalam estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang surut
menciptakan suatu gerakan dan transpor air yang bermanfaat bagi biota estuaria,
khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air
4. Pasang surut. Arus pasang surut berperan sebagai pengangkut
zat hara dan plankton. Disamping itu arus ini juga berperan untuk mengencerkan
dan menggelontorkan limbah yang sampai si estuaria.
5. Penyimpanan zat hara. Peranan estuaria sebagai
penyimpanan zat hara sangat besar. Pohon mangrove dan lamun serta ganggang
lainnya dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan organik yang
akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.
Dengan kondisi lingkungan fisik yang bervariasi dan
merupakan daerah peralihan antara darat dan laut, estuaria mempunyai pola
pencampuran air laut dan air tawar yang tersendiri. Menurut (Kasim, 2005), pola
pencampuran sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi , kedalaman dan
pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan sangat berbeda khususnya
yang bersumber dari air sungai.
Berikut pola pencampuran antara air laut dengan air
tawar:
1. Pola dengan dominasi air laut (Salt wedge
estuary) yang ditandai dengan desakan dari air laut pada lapisan bawah
permukaan air saat terjadi pertemuan antara air sungai dan air laut. Salinitas
air dari estuaria ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan salinitas
yang lebih rendah dibanding lapisan bawah yang lebih tinggi.
2. Pola percampuran merata antara air laut dan air
sungai (well mixed estuary). Pola ini ditandai dengan pencampuran yang
merata antara air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi
secara vertikal, tetapi stratifikasinya dapat secara horizontal yang derajat
salinitasnya akan meningkat pada daerah dekat laut.
3. Pola dominasi air laut dan pola percampuran merata
atau pola percampuran tidak merata (Partially mixed estuary). Pola ini
akan sangat labil atau sangat tergantung pada desakan air sungai dan air laut.
Pada pola ini terjadi percampuran air laut yang tidak merata sehingga hampir tidak
terbentuk stratifikasi salinitas baik itu secara horizontal maupun secara
vertikal.
Pada beberapa daerah estuaria yang
mempunyai topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri yang lebih unik. Pola
ini cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut mempunyai topografi
dengan bentukan yang menonjol membetuk semacam lekukan pada dasar estuaria.
Tonjolan permukaan yang mencuat ini dapat menstagnankan lapisan air pada dasar
perairan sehingga, terjadi stratifikasi salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat
turbulensi dasar yang hingga salinitas dasar perairan cenderung tetap dengan
salinitas yang lebih tinggi.
C. Komponen-komponen yang terdapat di estuaria dan
Produktifitas Hayati
Di estuaria terdapat tiga komponen
fauna, yaitu fauna laut, air tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar
didominasi oleh fauna laut yaitu hewan stenohalin yang terbatas
kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas dan hewan euryhalin
yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas yang lebar. Komponen
air payau terdiri dari spesies organisme yang hidup di pertengahan daerah
estuaria pada salinitas antara 5-300/00. Spesies-spesies
ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air tawar
biasanya terdiri dari yang tidak mampu mentoleril salinitas di atas 5 dan hanya
terbatas pada bagian hulu estuaria. Ciri khas estuaria cenderung lebih
produktif daripada laut ataupun air tawar. Estuaria adalah ekosistem yang
miskin dalam jumlah spesies fauna dan flora. Faunanya: ikan, kepiting, kerang
dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai
makanan yang kompleks. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri
dan alga dan kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan
suspensi dan detritus.
Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan
ekosistem produktif karena:
1. Estuaria yang berperan sebagai jebak zat hara
yang cepat di daur ulang
2. Proses fotosintesis berlangsung sepanjang
tahun
3. Adanya fluktuasi permukaan air.
Kolam air di estuaria merupakan
habitat untuk plankton dan nekton.Di dasar perairan hidup mikro dan makro
bentos. Setiap kelompok organisme dalam habitatnya menjalankan fungsi
biologisnya masing-masing. Antara satu kelompok organisme terjalin jaringan
trofik (rantai makanan) sehingga membentuk jaringan jala makanan. Jumlah
spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan
dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Sediktnya jumlah
spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga
hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di
estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin dalam
flora. Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat
tumbuh mendominasi. Rendahnya produktifitas primer di kolam air, sedikitnya
herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai
makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus (Bangen,
2002).
Karakteristik ( ciri – ciri ) ekosistem estuaria
adalah sebagai berikut :
1. Keterlindungan
Estuaria merupakan perairan semi tertutup sehingga
biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar di
dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di dasar
perairan.
2. Kedalaman
Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga
memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat
berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan
penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya
predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).
3. Salinitas air
Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung
biota yang padat.
4. Sirkulasi air
Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut
dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan transport air yang
bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton.
5. Pasang
Energi pasang yang terjadi di estuaria merupakan
tenaga penggerak yang penting, antara lain mengangkut zat hara dan plangton
serta mengencerkan dan meggelontorkan limbah.
6. Penyimpanan dan
pendauran zat hara
Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove,lamun
serta alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan organik untuk
nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
D. Adaptasi Organisme Estuaria
Variasi sifat habitat estuaria, terutama dilihat dari
fluktuasi salinitas dan suhu, membuat estuaria menjadi habitat yang menekan dan
keras. Bagi organisme, agar dapat hidup dan berhasil membentuk koloni di daerah
ini mereka harus memilki adaptasi tertentu. Adaptasi tersebut antara lain:
1. Adaptasi morfologis: organisme yang hidup di lumpur
memiliki rambut-rambut halus untuk menghambat penyumbatan permukaan ruang pernafasan
oleh partikel lumpur;
2. Adaptasi fisiologis: berkaitan dengan
mempertahankan keseimbangan ion cairan tubuh;
3.Adaptasi tingkah laku: pembuatan lubang ke dalam
lumpur organisme khususnya avertebrata.
E. Fungsi Ekologis Estuaria
Secara umum estuaria mempunyai
peranan ekologis penting diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang
diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation);
2. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan
yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari
makan;
3. Sebagai tempat untuk bereproduksi dan atau
tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies
udang dan ikan.
Sedangkan secara umum estuaria dimanfaatkan oleh
manusia sebagai berikut:
1. Sebagai tempat pemukiman;
2. Sebagai tempat penangkapan dan budidaya
sumberdaya ikan;
3. Sebagai jalur transportasi;
F. Ancaman Kerusakan
Wilayah Estuaria
Estuaria merupakan wilayah yang sangat dinamis (dynamics area), rentan terhadap perubahan dan kerusakan lingkungan baik fisik maupun biologi (ekosistem) dari dampak aktifitas manusia di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut secara berlebihan (over-exploited). Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wilayah estuaria antara lain:
1. Semakin meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wilayah estuaria. Llaju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui aliran sungai bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses kerusakan pada wilayah lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kondisi pada wilayah lahan atas. Sedimen yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi tubuh biota laut terutama bentos yang hidup di dasar perairan seperti rumput laut, terumbu karang dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh orgnisme untuk pemapasan atau berfotosintesis. Banyak-nya sedimen yang akhirnya terhenti atau terendapkan di muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di muara sungai.
2. Pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya dukung produktifitas pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat tekanan dan menyebabkan menurunnya produktifitasnya
3. Meningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan Industri, pemukiman, pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah estuaria. Lebih dan 80% bahan pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia di darat UNEP (1990).
4. Kegiatan-kegiatan kontruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian, seperti pembuatan saluran irigasi, drainase dan penebangan hutan akan mengganggu pola aliran alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit air yang di alirkan bagi irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di daerah estuaria danmenyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada sebagian ekosistem perairan pantai itu sendiri, juga pada ekosistem daratan di sekitar perairan tersebut sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.
Estuaria merupakan wilayah yang sangat dinamis (dynamics area), rentan terhadap perubahan dan kerusakan lingkungan baik fisik maupun biologi (ekosistem) dari dampak aktifitas manusia di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut secara berlebihan (over-exploited). Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wilayah estuaria antara lain:
1. Semakin meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wilayah estuaria. Llaju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui aliran sungai bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses kerusakan pada wilayah lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kondisi pada wilayah lahan atas. Sedimen yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi tubuh biota laut terutama bentos yang hidup di dasar perairan seperti rumput laut, terumbu karang dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh orgnisme untuk pemapasan atau berfotosintesis. Banyak-nya sedimen yang akhirnya terhenti atau terendapkan di muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di muara sungai.
2. Pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya dukung produktifitas pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat tekanan dan menyebabkan menurunnya produktifitasnya
3. Meningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan Industri, pemukiman, pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah estuaria. Lebih dan 80% bahan pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia di darat UNEP (1990).
4. Kegiatan-kegiatan kontruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian, seperti pembuatan saluran irigasi, drainase dan penebangan hutan akan mengganggu pola aliran alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit air yang di alirkan bagi irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di daerah estuaria danmenyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada sebagian ekosistem perairan pantai itu sendiri, juga pada ekosistem daratan di sekitar perairan tersebut sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.
G. Upaya Pengelolaan Untuk Menjaga Kelestarian Estuaria
Fungsi wilayah estuaria sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, penangkapan ikan dan budidaya, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri. Wilayah estuaria juga merupakan ekosistem produktif karena dapat berperan sebagai sumber zat hara. Dengan memperhatikan fungsi dan manfaat tersebut, maka potensi wilayah estuaria menjadi sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan pengelolaan di wilayah tersebut. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan di antaranya adalah:
1. Memperbaiki Daerah Lahan Atas (up-land)
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada ekosistem perairan wilayah estuaria yaitu dengan menata kembali sistem pengelolaan daerah atas. Khususnya penggunaan lahan pada wilayah daratan yang memiliki sungai. Jeleknya pengelolaan lahan atas sudah dapat dipastikan akan merusak ekosistem yang ada di perairan pantai. Oleh karena itu, pembangunan lahan atas harus memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir. Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap, budidaya atau konservasi maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif. Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang memerlukan kualitas perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak diperkenankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan pencemaran atau limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui pengolahan terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
2. Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
Wilayah estuaria yang berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk berlindung dan mencari makan serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh karenanya di dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya di wilayah estuaria diperlukan tindakan-tindakan yang bijaksana yang berorientasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan sebaiknya memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity).
3. Konsenvasi Hutan Mangrove
Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuaria sangat penting, karena selain mempunyai fungsi ekologis juga ekonomis. Secara ekologis hutan mangrove adalahsebagai penghasil sejumlah besar detritus dari serasah, daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground) dan sebagai tempat pemijahan (spawning ground). Secara fisik, hutan mangrove dapat berperan sebagai filter sedimen yang berasal dari daratan melalui sistem perakarannya dan mampu meredam terpaan angin badai. Secara ekonomis, dalam konser-vasi hutan mangrove juga akan diperoleh nilai ekonomis sangat tinggi. Nilai ekonomi total rata-rata sekitar Rp 37,4 juta/ha/tahun yang meliputi manfaat langsung (kayu mangrove), manfaat tidak langsung (serasah daun, kepiting bakau, nener bandeng ikan tangkap dan ikan umpan), option value dan existence value. Upaya konservasi tersebut juga mempunyai nilai dampak positip terhadap sosial-ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah estuaria, yaitu mampu memberikan beberapa alternatif jenis mata pencaharian dan pendapatan.
Fungsi wilayah estuaria sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, penangkapan ikan dan budidaya, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri. Wilayah estuaria juga merupakan ekosistem produktif karena dapat berperan sebagai sumber zat hara. Dengan memperhatikan fungsi dan manfaat tersebut, maka potensi wilayah estuaria menjadi sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan pengelolaan di wilayah tersebut. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan di antaranya adalah:
1. Memperbaiki Daerah Lahan Atas (up-land)
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada ekosistem perairan wilayah estuaria yaitu dengan menata kembali sistem pengelolaan daerah atas. Khususnya penggunaan lahan pada wilayah daratan yang memiliki sungai. Jeleknya pengelolaan lahan atas sudah dapat dipastikan akan merusak ekosistem yang ada di perairan pantai. Oleh karena itu, pembangunan lahan atas harus memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir. Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap, budidaya atau konservasi maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif. Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang memerlukan kualitas perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak diperkenankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan pencemaran atau limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui pengolahan terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
2. Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
Wilayah estuaria yang berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk berlindung dan mencari makan serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh karenanya di dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya di wilayah estuaria diperlukan tindakan-tindakan yang bijaksana yang berorientasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan sebaiknya memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity).
3. Konsenvasi Hutan Mangrove
Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuaria sangat penting, karena selain mempunyai fungsi ekologis juga ekonomis. Secara ekologis hutan mangrove adalahsebagai penghasil sejumlah besar detritus dari serasah, daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground) dan sebagai tempat pemijahan (spawning ground). Secara fisik, hutan mangrove dapat berperan sebagai filter sedimen yang berasal dari daratan melalui sistem perakarannya dan mampu meredam terpaan angin badai. Secara ekonomis, dalam konser-vasi hutan mangrove juga akan diperoleh nilai ekonomis sangat tinggi. Nilai ekonomi total rata-rata sekitar Rp 37,4 juta/ha/tahun yang meliputi manfaat langsung (kayu mangrove), manfaat tidak langsung (serasah daun, kepiting bakau, nener bandeng ikan tangkap dan ikan umpan), option value dan existence value. Upaya konservasi tersebut juga mempunyai nilai dampak positip terhadap sosial-ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah estuaria, yaitu mampu memberikan beberapa alternatif jenis mata pencaharian dan pendapatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang
mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar
dari daratan.
Dengan kondisi lingkungan fisik yang bervariasi dan
merupakan daerah peralihan antara darat dan laut, estuaria mempunyai pola
pencampuran air laut dan air tawar yang tersendiri.
Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan
ekosistem produktif karena:
1. Estuaria yang berperan sebagai jebak zat hara
yang cepat di daur ulang;
2. Proses fotosintesis berlangsung sepanjang
tahun;
3. Adanya fluktuasi permukaan air.
Bagi organisme, agar dapat hidup dan berhasil
membentuk koloni di daerah ini mereka harus memilki adaptasi tertentu. Adaptasi
tersebut antara lain:
1. Adaptasi morfologis: organisme yang hidup di
lumpur memiliki rambut-rambut halus untuk menghambat penyumbatan permukaan
ruang pernafasan oleh partikel lumpur;
2. Adaptasi fisiologis: berkaitan dengan mempertahankan
keseimbangan ion cairan tubuh;
3. Adaptasi tingkah laku: pembuatan lubang ke
dalam lumpur organisme khususnya avertebrata.
Secara umum estuaria mempunyai peranan ekologis
penting diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang
diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation);
2. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan
yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari
makan;
3. Sebagai tempat untuk bereproduksi dan atau
tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies
udang dan ikan.
B. Saran
Dalam pembahasan di makalah ini, masih banyak
kekurangan, sehingga diharapkan pembaca mampu mencari refrensi yang lebih
lengkap lagi. Mengingat perkembangan teknologi yang kian pesat tiap tahunnya,
bukan tidak mungkin kemudian makalah ini menjadi tidak relevan lagi karena
perubahan teknologi yang semakin maju.
DAFTAR
PUSTAKA
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.