Dasar-dasar Pengelolaan Perikanan
Ikan Kerapu (Epinephelus sp.)
NAMA :
NIM :
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Kerapu (Epinephelus sp sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990 dalam Tarwiyah, 2001).
Produksi ikan kerapu saat ini masih relatif rendah sehingga mengakibatkan harga jual kerapu juga masih mahal dibandingkan dengan keadaan mati (segar). Harga ikan kerapu bebek (Chmoreleptis altivelis) di tingkat produsen atau pengusahaan KJA mencapi Rp 400.000 per kilogram, sedangkan kerapu (Ephinephelus ) Rp 130.000 Per kilogram. Rendahnya produksi kerapu disebabkan oleh masih tingginya penangkapan langsung dari laut yang bisa menggunakan alat tangkap kail, yaitu hand line dan longline. Alat tangkap ini hanya bisa satu per satu sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan kerapu dalam jumlah besar. Selain itu jumlah kerapu di laut juga semakin berkurang karena terjadi over fishing di beberapa daerah dan penggunaan bahan peledak serta potasium sianida yang mengakibatkan anak-anak kerapu yang belum layak tangkap mati. Penangkapan dengan menggunakan cara di atas juga mengakibatkan ikan yang didapat dalam keadaan mati, padahal permintaan pasar luar negeri maupun dalam negeri lebih banyak menginginkan kerapu dalam keadaan hidup (Sulaiman, 2010).
Permintaan jenis kerapu di pasaran internasional terus meningkat sehingga untuk keperluan ekspor cukup tinggi dibandingkan jenis kerapu lainnya. Informasi dari salah satu perusahaan swasta yang mengekspor berbagai jenis ikan ekonomis penting menjelaskan bahwa permintaan untuk jenis kerapu sekitar 4.000 kg/hari (Anonim, 1998 dalamAlit, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan di dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana morfologi ikan kerapu (Epinephelus sp )?
2. Bagaimana tingkah laku ikan kerapu (Epinephelus sp )?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah untuk mengetahui morfologi ikan kerapu, dan tingkahlaku ikan kerapu.
PEMBAHASAN
2.1 Ikan Kerapu
Klasifikasi Ilmiah Ikan Kerapu Menurut Ghufran (2001), ikan kerapu dapat diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut:
Filum : Chordata
Class : Chondrichthyes
Subclass : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus sp
Species : Epinepheus sp
Subclass : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus sp
Species : Epinepheus sp
Morfologi Ikan Kerapu
Menurut wardana (1994) dalamSulaiman (2010), ciri-ciri morfologi ikan kerapu adalah sebagai berikut:
1). Bentuk tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil daripada panjang dan tinggi tubuh.
2). Rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat.
3). Mulut lebar, serong ke atas dengan bibit bawah yang sedikit menonjol melibihi bibir atas.
4). Serip ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang di mana bagian yang berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak.
5). Posisi sirip perut berada di bawah sirip dada.
6). Badan ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid.
Bentuk ikan kerapu (Epinephelus sp ) mirip dengan kerapu lumpur, tetapi dengan badan yang agak lebar. Masyarakat Internasional menyebutnya dengan sebutan flower atau carpet cod (Ghufran, 2001 dalamSulaiman, 2010). Ikan kerapu memiliki mulut lebar serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas dan sirip ekor yang umumnya membulat (rounded). Warna dasar sawo matang, perut bagian bawah agak keputihan dan pada badannya terdapat titik berwarna merah kecokelatan, serta tampak pula 4-6 baris warna gelap yang melintang hingga ekornya. Badan ditutupi oleh sisik kecil, mengkilat dan memiliki ciri-ciri loreng.
Ikan kerapu dikategorikan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0,5 kg–2 kg per ekor. Selain dijual sebagai ikan konsumsi, ikan kerapu juga dapat dijual sebagai ikan hias dengan nama grace kelly. Ikan kerapu memiliki bentuk sirip yang membulat. Sirip punggung tersusun dari 10 jari-jari keras dan 19 jari-jari lunak. Pada sirip dubur, terdapat 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lunak. Ikan ini bisa mencapai panjang tubuh 70 cm atau lebih, namun yang dikonsumsi, umumnya berukuran 30 cm–50 cm. Ikan kerapu tergolong ikan buas yang memangsa ikan-ikan dan hewan-hewan kecil lainnya. Ikan kerapu merupakan salah satu ikan laut komersial yang mulai diusahakan baik dengan tujuan pembenihan maupun pembesaran.
2.2 Tingkah Laku Ikan Kerapu
Penyebaran
Ikan kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di perairan karang, di antaranya pada celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan.
Jenis kerapu ini disebut juga polka dot grouper atau hump backed rocked atau dalam bahasa lokal sering disebut ikan kerapu . Ciri-ciri tubuh adalah berwarna dasar abu-abu dengan bintik hitam. Daerah habitatnya meliputi Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bangka, Lampung dan kawasan perairan berterumbu karang. Kerapu Sunu (coral trout) sering ditemukan hidup di perairan berkarang. Warna tubuh merah atau kecoklatan sehingga disebut juga kerapu merah, yang warnanya bisa berubah apabila dalam kondisi stres. Mempunyai bintik-bintik biru bertepi warna lebih gelap. Daerah habitat tersebar di perairan Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu, Lampung Selatan, Kepulauan Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang.
Kebiasaan Makan dan Makanannya
Ikan kerapu dikenal sebagai ikan pemangsa (predator) yang memangsa jenis-jenis ikan kecil, zooplankton, dan udang-udang kecil lainnya.
Tingkah laku makan E. sebelum umpan dimasukkan adalah bergerombol di pojok aquarium. Ketika umpan dimasukkan ikan mulai merespon ke arah sekat gelap. Fase ini disebut fase aurosal (timbul selera). Pada fase tersebut, organ yang berperan adalah penciuman (olfactory).
Ketika ikan sampai pada dinding sekat gelap. Ikan bermaksud menerobos dinding sekat gelap, kemudian bergerak naik turun mencari celah agar bisa menerobos sekat dan memakan umpan.fase ini dinamakan search phrase atau mencari lokasi.
Saat ikan kerapu mengamati umpan yang ada di depannya kemudian melesat secara tiba-tiba menyergap umpan/makanan yang ada di depannya dan menariknya ke tempat persembunyian, merupakan fase mengidentifikasi dan memakan umpan (uptake and finding balt) (Mulyono dan Effendy, 2005 dalam Dlan, dkk., 2007). Pada fase tersebut, organ yang digunakan adalah mata karena kemampuan mata untuk mengidentifikasi suatu benda yang masuk ke area pandangnya akibat intensitas sinar yang mengenai benda tersebut.
Ikan kerapu adalah ikan karang yang habitatnya di batu karang dan merupakan ikan yang bergerombol dan selalu aktif mencari pakan, jika pemberian pakan kurang terutama pada ukuran panjang di bawah 4 cm, ikan ini akan memakan temannya (kanibal).
Mengelompokkan Diri
Ikan kerapu adalah ikan karang yang habitatnya di batu karang dan merupakan ikan yang bergerombol dan selalu aktif mencari pakan, jika pemberian pakan kurang terutama pada ukuran panjang di bawah 4 cm, ikan ini akan memakan temannya (Alit, 2010). Bahwa semakin tinggi padat penebaran ikan semakin tinggi pula persaingan dalam ruang gerak (Stickney & Lovell, 1977 dalamAlit, 2010).
Menurut Endrawati (2008), Hasil pertambahan berat dan panjang ikan kerapu pada penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan kepadatan 5 ekor benih ikan per 10 liter air media memberikan hasil yang terbaik, dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lain. Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan Nirnama (1998) yang menyatakan bahwa kepadatan 5 ekor per 10 liter memberikan kesempatan bagi larva ikan kerapu untuk bergerak mencari mangsa dan mendapatkan pakan yang proporsional dengan energi yang dikeluarkannya. Pada tingkat kepadatan tersebut kompetisi antar juvenil ikan kerapu untuk mendapatkan makanan jauh lebih rendah (Akbar & Sudaryanto, 2001). Selain itu juga memberikan kesempatan bagi tubuh larva ikan untuk melalukan metabolisme yang lebih leluasa.
Cara Berkembang Biak
Ikan kerapu bersifat hermaphrodit protogynous (hermaprodit protogini), yang berarti setelah mencapai ukuran tertentu, akan berganti kelamin (changce sex) dari betina menjadi jantan. Selain itu ikan kerapu tergolong jenis ikan yang bersifat hermaphrodit synchroni, yaitu di dalam satu gonad satu individu ikan, terdapat sel seks betina dan sel seks jantan yang dapat masak dalam waktu yang sama, sehingga ikan dapat mengadakan pembuahan sendiri dan dapat pula tidak. Ikan kerapu merupakan ikan berukuran besar, yang bobotnya dapat mencapai 450 kg atau lebih. Jenis ikan kerapu ini terdapat di berbagai perairan antara lain di Afrika, Taiwan, Filipina, Malaysia, Australia, Indonesia, dan Papua Nugini. Sementara di Indonesia, kerapu ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu, Lampung, dan daerah muara sungai.
2.3 Larva Ikan Kerapu
Larva yang baru menetas terlihat transparan, melayang-melayang dan gerakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil globulenya. Larva akan berubah bentuk menyerupai kerapu dewasa setelah berumur 31 hari.
Masa kritis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh yang sangat panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yang masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik lalu mati.
Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa
kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. Disamping itu ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 - 10 sel/ml. Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara bertahap hingga mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml plytoplankton 10 - 2.10 sel/ml media.
Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang baru
menetas dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari, kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Subyakto, S. dan S. Cahyaningsih. 2003. Pembenihan Kerapu Skala RumahTangga. PT Agromedia Pustaka, Depok.Direktorat Bina Pembenihan. Jakarta.
Direktorat Jendral Perikanan, DepartemenPertanian, 1996, Pembenihan Ikan Kerapu (Epinephelus sp ). Jakarta.
Ir. Sudjiharno dkk, 2004, Proyek Pengembangan Perekayasaan Teknologi BalaiBudidaya Laut. Lampung.
Anonim 1991. Operasional Pembesaran Ikan Kerapu dalam Keramba JaringApung . Departemen Direktorat Perikanan Balai Bididaya Laut. Lampung.
Suyoto, P. Mustahal. 2002. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis: Kerapu,Kakap,Beronang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Saanin,H.1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Banatjipta. Bandung.
Nybakken, W. 1988. Biologi laut, suatu pendekatan ekologi. Dalam: AnonimPembesaran Ikan Kerapu dan Kerapu Tikus di Keramba JaringApung. Departemen Pertanian, Direktorat Perikanan, Balai Laut. Lampung
i need help please this for my school project thankyou so much
ReplyDeletehttps://kerapu.godaddysites.com/
.