Saturday, February 25, 2017

LAPORAN SISTEM INFORMASI PERIKANAN TANGKAP PADA BAGAN PERAHU YANG BEROPERASI DIPERAIRAN KABUPATEN BARRU SERTA KUNJUNGAN DI LAPAN KABUPATEN PARE-PARE

LAPORAN PRAKTIK LAPANG TERPADU PSP 2016
SISTEM INFORMASI PERIKANAN TANGKAP

SISTEM INFORMASI PERIKANAN TANGKAP PADA BAGAN PERAHU YANG BEROPERASI DIPERAIRAN KABUPATEN BARRU SERTA KUNJUNGAN DI LAPAN KABUPATEN PARE-PARE







PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan praktik lapang terpadu PSP 2016 yang telah dilaksanakan pada tanggal 29-31 Oktober 2016 di Matene, Kec. Tanete Rilau, Kab. Barru, Sulawesi Selatan.
        Dalam penyusunan laporan praktik lapang ini, masih banyak kendala yang saya hadapi. Akan tetapi dengan adanya tindakan dan usaha maka laporan tentang Sistem Informasi Perikanan Tangkap dapat saya susun sebagaimana mestinya.
        Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dari penyusunan laporan ini, baik dari segi materi maupun dari segi teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan. Oleh Karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.




Makassar, 4 November  2016


Penulis,






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang....................................................................................... 1
B.    Tujuan ................................................................................................... 1
BAB II. METODE PRAKTIK
A.    Waktu dan Tempat................................................................................ 4
B.    Alat dan Bahan....................................................................................... 4
C.   Metode Praktik....................................................................................... 5
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Lapan Pare-pare.................................................................... 6
B.    Parameter Oseanografi......................................................................... 8
C.   Komposisi Hasil Tangkapan.................................................................. 9
D.   Hubungan Parameter Oseanografi Dengan Hasil Tangkapan........... 10
BAB IV. KESIMPULAN
A.    Kesan-kesan Prakting Lapang............................................................... 17
B.    Saran dan Kritikan.................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 18




DAFTAR GAMBAR
                       Nomor                                                                                                        Halaman
1.      Peta Kabupaten Barru............................................................................... 3
2.      Fasilitas Aula Presentasi Peserta............................................................... 6
3.      Tempat Perekaman................................................................................... 6
4.      Tempat Pengelolahan Data....................................................................... 7
5.      Parabola Perekam Pertama...................................................................... 7
6.      Antena Parabola Menyerupai Bola............................................................ 8
7.      Antena Parabola yang Masih Berfungsi.................................................... 8
8.      Perangkat dalam Ruang Pengolahan Data............................................... 9
9.      Jalur Distribusi Data Dari SPPS Lapan ke Nelayan.................................. 9
10.   Grafik Hasil Tangkapan Ikan Perunit Kapal............................................ 11
11.   Diagram komposisi hasil tangkapan........................................................ 12
12.   Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan teri................................... 13
13.    Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan tembang......................... 14
14.   Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan bete-bete......................... 14
15.   Hubungan salinitas dengan produksi ikan teri......................................... 15
16.   Hubungan salinitas dengan produksi ikan tembang................................ 16
17.    Hubungan salinitas dengan produksi ikan bete-bete.............................. 16
18.   Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan teri........................... 17
19.   Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan tembang.................. 17
20.   Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan bete-bete................. 18








DAFTAR TABEL
Nomor                                                                                   Halaman
1.    Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya...................................................... 3




BAB I. PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Kabupaten Barru adalah salah satu daerah potensial di bidang Kelautan dan Perikanan. Luas wilayah penangkapan ikan laut sekitar 56.160 Ha, tambak sekitar 2.570 Ha, pantai 1.400 Ha dan areal budidaya kolam/air tawar 39 Ha  produksi  perikanan saat ini : udang : 633,01 ton bandeng : 1.556,08 ton cakalang/tongkol : 260,6 ton kerapu/kakap :  744 ton Ikan merah : 97,02 ton rumput Laut : 251,07 ton yang sudah diuji coba dan hasilnya sangat baik. Peluang bagi investor pada sub sektor Perikanan ini adalah budidaya laut berupa keramba jaring apung rumput laut, penangkapan dan pengolahan hasil laut (Badan Statistik Kab. Barru, 2011).
Kabupaten Barru adalah salah satu daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Barru. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.174,72 km² dan berpenduduk sebanyak 159.235 jiwa.
Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten yang berada di pesisir Barat Propinsi Sulawesi Selatan, dengan Ibu Kota Sumpang Binangae terletak antara koordinat 4o05’ 49” - 4o47’ 35” Lintang Selatan dan 119o49’ 16” Bujur Timur. Luas wilayah daratan kurang lebih 1.174,72 km2(117.427 Ha) dan perairan 56.160 Ha. Pada awalnya terdiri dari lima kecamatan dengan 24 desa, kemudian terjadi pemekaran desa menjadi36 desa. Pada tahun 2001 dilakukan pemekaran kecamatan dan desa menjadi tujuh kecamatan yakni Kecamatan Tanete Riaja, Kecamatan Pujananting, Kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Barru, Kecamatan Balusu, Kecamatan Balusu, Kecamatan Soppeng Riaja dan Kecamatan Mallusetasi, yang meliputi 40 Desa dan 14 Kelurahan (Badan Statistik Kab. Barru, 2011).
Potensi sumberdaya dan biofisik
1.    Potensi perikanan tangkap        :   56.000  Ha
2.    Potensi Perikanan Budidaya      :     1.400  Ha
3.   Potensi Perikanan Tambak         :     5.000  Ha
4.   Potensi Perikanan Air Tawar       :        200  Ha   
          Lingkungan Matene merupakan sakah satu wilayah yang berada di Kabupaten Barru, Kecamatan Tanete Rilau yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai nalayan. Alat tangkap yang dominan di lingkungan ini adalah bagan perahu yang oleh masyarakat sekitas disebut bagan pete-pete. Di lingkungan Matene, selain berpropesi sebagai nelayan, beberapa masyarakat juga berprofesi sebagai petani rumput laut dan penjual ikan kering.
Lingkungan Matene yang menjadi hasil tangkapan yang bernilai ekonomis oleh nelayan ialah jenis-jenis ikan pelagis kecil seperti ikan teri, ikan tembang, dan ikan bete-bete. Ikan-ikan jenis ini diolah dengan cara dikeringkan agar nilai ekonomis dari ikan tersebut menjadi naik, sehingga menguntungkan bagi masyarakat lingkungan Matene. 
Jenis alat tangkap yang biasa dioperasikan di kabupaten Barru adalah bagan perahu (boat lift nets). Bagan perahu (boat lift nets) adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan yang termasuk dalam klasifikasi jaring angkat ( lift net ) dari jenis bagan yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil (Mallawa, 2012). Alat tangkap ini pertama kali diperkenalkan olah nelayan Bugis Makasar pada tahun 1950-an. Bagan perahu mempunyai bentuk lebih ringan dan sederhana, dapat menggunakan satu atau dua perahu.
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah system yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan dilokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan, yaitu data sapsial, perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi (Prahasta, 2002).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis, data-data pendukung dan personel yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (Nath et.al, 2000; Prahasta, 2001).

B.     Tujuan
Tujuan dari praktik lapang Sistem Informasi Perikanan Tangkap dilaksanakan, yaitu:
1.      Untuk mengetahui perikanan tangkap pada alat tangkap bagan perahu di perairan Desa Matene Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.
2.      Untuk mengidentifikasi sistem informasi perikanan tangkap yang ada pada Lapan Pare-pare.

BAB II. METODE PRAKTIK

A.   Waktu dan Tempat

Praktik lapang matakuliah Sistem Informasi Perikanan Tangkap ini dilaksanakan pada 29 – 31 Oktober 2016 di Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. . Proses penangkapan dimulai dari fishing base pada kordinat 040 27’ 03.204” LS - 1190 35’ 51.260” BT pada pukul 17.53 WITA dan sampai di fishing ground pada pukul 19.08 WITA pada kordinat 040 29’ 52.203” LS - 1190 28’ 56.664” BT.







     Gambar 1. Peta Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan
B.     Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan serta fungsinya yaitu:
Tabel 1. Alat, Bahan, dan Kegunaan
No.
Alat / Bahan
Kegunaan
1
Kamera
Untuk mengambil gambar
2
GPS (Global Positioning System)
Untuk melihat titik fishing ground dan fishing base
3
Alat Tulis
Untuk mencatat data hasil pengamatan
4
Papan Preparat
Untuk mengukur panjang ikan
5
Ikan
Sebagai salah satu objek yang diamati
6
Kusioner
Sebagai salah satu parameter yang diamati


C.        Metode Praktik
1.   Observasi
Metode yang digunakan yakni dengan cara melihat proses penangkapan bagan perahu di Barru dengan prosedur kerja sebagai berikut:
a.   Mencatat letak fishing base
b.    Mencatat waktu yang ditempuh selama perjalanan menuju fishing ground
c.    Mencatat letak fishing ground
d.    Mengukur suhu dan salinitas air laut yang diambil sebagai sampel dalam wadah menggunakan termometer dan salinometer terhitung saat mulai setting, pertengahan dan pada saat hauling.
e.    Mencatat hasil pengukuran suhu dan salinitas air laut
f.     Mengamati proses setting dan hauling pada alat tangkap
g.    Mencatat setiap waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan penangkapan
h.    Mengambil  sampel ikan dari hasil tangkapan yang dominan setiap hauling
i.     Mencatat setiap teknik pengperasian bagan perahu
2.   Wawancara
Metode yang digunakan dengan cara melakukan wawancara atau memberikan pertanyaan kepada nelayan tentang alat tangkap yang digunakan, Cara memperoleh data, yakni dengan menanyakan ke nelayan tentang berbagai hal yang berkaitan pada kuisioner.
3.   Studi Literatur
Metode ini digunakan untuk menambah informasi dan memperkuat data yang telah kita peroleh selama melakukan praktik lapang dalam melengkapi laporan.

 








BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.     Deskripsi Lapan Pare-pare

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah system yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan dilokasi tersebut.
SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan, yaitu data sapsial, perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi (Prahasta, 2002).
            Tugas utama Pusat Teknologi dan Pengindraan Jauh adalah menyediakan data penginderaan jauh berlisensi Pemerintah Indonesia bagi seluruh kementerian/lembaga, POLRI, TNI, dan pemerintah daerah (UU No. 21 Tahun 2013 tentang Keantriksaan).
            Sejarah Balai Penginderaan Jauh Pare-pare yaitu pada tahun 1993 dibangun Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh (SBSPJ) LAPAN, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 29 September 1993. Letak stasiun ini berada di tepi kota Parepare, sekitar 155 km sebelah utara Kota Makassar (Provinsi Sulawesi selatan). Beberapa alasan SBSPJ dibangun di Parepare, yaitu:
1.      Daerah liputan optimal (95 % Wilayah Indonesia),
2.      Tersedianya fasilitas pendukung (listrik dan telekomunikasi internasional), dan
3.      Tersedianya lokasi yang memenuhi persyaratan teknis.
Tahun 1995, dibangun Sistem penerimaan dan perekaman data untuk satelit JERS-1. Satelit ini membawa sensor SAR dan optik. Tahun 2001, Stasiun Bumi Penginderaan Jauh (SBSPJ) berubah namanya menjadi Instalasi Penginderaan Jauh Sumber Daya Alam (IISDA) LAPAN Parepare. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala LAPAN Nomor Kep/010/II/2001, Instalasi Penginderaan Jauh Sumber Daya Alam (Instalasi Inderaja SDA LAPAN) mempunyai tugas melaksanakan : Penerimaan, Perekaman, dan Pengelolaan Data satelit serta distribusi dan pelayanan teknis pemanfaatan data satelit Indraja untuk wilayah Indonesia Bagian Tengah. Tahun 2011 tepatnya tanggal 20 Juni 2011  IISDA LAPAN PAREPARE  berubah namanya menjadi UPT Balai Penginderaan Jauh Parepare Data satelit yang direkam adalah data SPOT4 dan Modis (Aqua dan Terra).
      Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh LAPAN Pare-pare merupakan salah satu bentuk usaha perusahaan Non Departemen yang menempati ruang atau wilayah di atas permukaan bumi yang tepatnya berada di wilayah kota madya Pare-Pare provinsi Sulawesi Selatan,  yang berdiri di atas tanah yang luasnya sekitar 4 Ha termasuk lokasi perumahan karyawan yang berada di bahagian barat sulawesi- selatan  sekitar   8 km kearah barat. Lapan Pare – Pare ini merupakan Lapan yang satu-satunya diwilayah Provinsi Sulawesi Selatan (Khaerulaswad dkk, 2016).
            Beberapa gambaran yang menunjukkan beberapa lokasi Satelit Bumi Penginderaan Jauh Lapan Pare-pare adalah sebagai berikut :
1.    6 Lokasi Umum LAPAN Pare-pare




Gambar 2. Fasilitas Aula Presentasi Peserta
7Gambar diats menunjukkan lokasi fasilitas Aulia atau tempat presentasi peserta Lapan Pare-pare.




   Gambar 3. Tempat Perekaman
Gambar diatas adalah salah satu fasilitas Lapan Pare-pare yang menjadi tempat perekaman yang dilakukan sesuai dengan permintaan lapan dari pusat.

8







     Gambar 4. Tempat Pengelolahan Data
Gambar diatas menunjukkan tempat pengelolahan data yabg diperoleh dari perekaman, tempat ini menjadi pengelolahan data sehingga menjadi data menta yang akan dikirim ke pusat sesuai dengan jadwal atau permintaan dalam bentuk print out.
2.    Antena Parabola Sebagai Perekam
9


Gambar 5. Parabola Perekam Pertama
10Gambar diatas menunjukkan antena parabola sebagai sarana perekam pertama, antena ini terletak halaman paling depan Lapan yang sudah tidak berfungsi.




Gambar 6. Antena Parabola Menyerupai Bola
12Gambar diatas merupakan antena parabola yang menyerupai bola yang dimana berfungsi untuk pelindung, karena dalam bola tersebut terdapat alat satelit yang berguna untuk pencarian data. Parabola diatas sampai saat ini masih berfungsi dan terletak di halaman depan lokasi Lapan.






                Gambar 7. Antena Parabola yang Masih Berfungsi
Gambar diatas adalah gambar Antena Parabola yang sampai saat ini masih digunakan. Tampak pada gambar perbedaan posisi antena parabola membuktikan bahwa antena parabola tersebut masih digunakan dan sedang digunkan, posisi antena parabola yang merunduk menandakan antena parabola tersebut sedang digunakan merekam.
3.    Hubungan Lapan Pare-pare dengan Perikanan Tangkap
Dengan teknologi penginderaan jauh dan SIG faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi, dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dengan cakupan area yang luas. Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu permukaan laut (SST), tingkat konsentrasi klorofil-a, perbedaan tinggi permukaan laut, arah dan kecepatan arus dan tingkat produktivitas primer, ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan muda dilacak disuatu area dengan teknologi ini karena ikan lebih cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan kondisi tubunya seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran dan daerah front gradient pertemuan massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu dan klorofil-a (Polovia et al., 2001; Zaenuddin et al., 2004, 2006).
Lapan Pare-pare akan membantu para nelayan perikanan tangkap untuk memberikan informasi baik itu daerah penangkapan yang cocok untuk mengoperasikan alat tangkap yang digunakan maupun data lainnya yang berhubungan dengan perikanan. Dan akan lebih mudah melakukan pencarian kelimpahan serta migrasi pada ikan dan lokasi fishing ground yang tepat.
Dengan adanya LAPAN maka operasi penangkapan dapat berjalan dengan lancar dengan memanfaatkan suhu permukaan laut, kandungan klorofil perairan dari citera yang dihasilkan oleh satelit yang di olah oleh pihak LAPAN yang terkait. Apa bila kita sudah mendapat data tentang suhu permukaan laut, kandungan klorofil perairan maka kita bisa mengetahui dimana ikan berada, seperti pada suhu karena semua ikan mempunyai konsentrasi suhu yang berbeda begitu pula dengan klorofil apa bila kandungan klorofil banyak maka pasti sudah banyak ikan di daerah tersebut (Kadjun, 2014).

4.    Penerapan SIPT di Lapan Pare-pare
Kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan oleah nelayan pada umumnya hanya berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang dan informasi sesame nelayan. Selain itu, nelayan pada ummnya berangkat dari pangkalana tidak langsung melakukan penangkapan akan tetapi terlebih dahulu mencari lokasi daerah penangkapan ikan. Hal ini menyebabkan nelayan selalu berada pada ketidakpastian untuk lokasi yang potensial. Sehingga penangkapan yang tidak optimal dan menurun. Ini yang menyebabkan kerugian diantaranya waktu, biaya, dan tenaga (Suhartono, et al., 2013).
Dari hasil kunjungan di Lapan Pare-pare sudah banyak pengaplikasian atau penerapan SIPT terhadap Lapan Pare-pare seperti pendugaan stok ikan, lokasi penangkapan atau fishing ground, konsentrasi klorofil-a, kecepatan arus dan suhu permukaan laut (SST). Dengan data-data yang ada maka nelayan sudah mampu memaksimalkan penangkapan karena sudah menggunakan teknologi seperti GPS yang bisa mendeteksi lokasi penangkapan ikan.
27







         Gambar 8. Perangkat dalam Ruang Pengolahan Data
5.    Alur Peta Nelayan
31
Gambar 9. Jalur Distribusi Data Dari SPPS Lapan ke Nelayan
Gambar diatas menunjukkan mekanisme distribusi Iformasi dari Sistem Penerimaan dan Pengolahan Data satelit Lapan sampai ke Nelayan. Sebelum di terima oleh Nelayan maka dikelolah oleh Pusat Informasi Potensi Penangkapan Ikan Kab. Barru lau kemudian diterima oleh Forum Nelayan (TPI/KUD) lalu kemudia di transfer ke Nelayan.
B.     Parameter Oseanografi
Kelimpahan atau tersebarnya suatu organisme (ikan) dapat di sebabkan karena beberapa paramater yaitu:
1.      Suhu
Keberadaan sumberdaya ikan dalam suatu wilayah dapat dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih modern. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarso (1985) yang menyatakan bahwa ikan akan selalu mencari tempat yang sesuai dengan sifat hidupnya, dan biasanya suatu jenis ikan mempunyai suhu optimum yang khusus dengan sifatnya (Hutabarat dan Evans, 2008).
2.    Salinitas
Ikan yang tergolong pada jenis atau kelompok euryhaline mampu hidup pada fluktuasi dengan kadar garam yang cukup besar, asal terjadi secara bertahap. Ikan stenohaline yang toleransinya terhadap perubahan kadar garam kecil sekali, akan sangat peka tethadap perubahan salinitas (Robert, 2005).
3.    Kecepatan arus
Menurut Robert (2005) Arus yaitu gerakan air pada suatu perairan, secara tidak langsung besar pengaruhnya terhadap kehidupan ikan, karena:
a.    Arus memindahkan anak ikan
b.    Arus memindahkan makanan ikan
c.    Arus memindahkan lingkungan hidup ikan
Pada praktik lapang dilakukan pengukuran arus dengan menggunakan layangan arus. Pada pengukuran arus dilakukan sebanyak tiga kali (setelah hauling pertama, hauling kedua dan hauling ketiga.
C.     Komposisi Hasil Tangkapan
Dari delapan kapal selama praktik lapang didapatkan hasil tangkapan  Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) lebih dominan tertangkap pada kapal 7 dibandingkan dengan kapal-kapal lain. Ikan Bete-bete (Leognathus sp.) dan Ikan Teri (Stolephorus sp.), paling sedikit tertangkap pada kapal 2.
Gambar 10. Grafik Hasil Tangkapan Ikan Perunit Kapal
Berdasarkan grafik di atas dapat kita ketahui bahwa hasil tangkapan yang dominan yakni ikan teri (Stelophorus commersoni), ikan Bete-bete (Leiognatus equulus), dan ikan tembang (Sardinella fimbriata). Dengan hasil tangkapan tertinggi yakni pada kapal 1 dan 7. Jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah ikan Tembang. Sedangkan jenis ikan hasil tangkapan yang paling sedikit adalah ikan Teri.
Sasaran utama dari bagan adalah ikan pelagis kecil dan ikan-ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif yaitu ikan teri (Stolephorus sp), dan avertebrata yaitu cumi-cumi (Loligo sp). Namun tidak jarang bagan juga sering menangkap hasil sampingan seperti layur (Trichulus savala), tembang (Sardinella fimbriata), pepetek (Leiognathus sp), kembung (Rastrelliger spp), layang (Decapterus spp), dan lain-lain (Subani dan Barus, 1989).

1.   Diagram Batang
Diagram 11. Diagram komposisi hasil tangkapan
Berdasarkan diagram di atas dapat disimpulkan bahwa komposisi hasil tangkapan ikan Tembang merupakan yang terbanyak, yakni 1820 kg dengan persentase 43%. Ikan Bete-bete sebanyak 1144,5 kg dengan persentase 27%, ikan Teri sebanyak 705 kg dengan persentase 17%, dan 525 kg dengan persentase 13% terdiri dari berbagai jenis ikan yang bukan merupakan target tangkapan utama.
Monintja DR dan S Martasuganda (1989) mengungkapkan bahwa hasil tangkapan bagan pada umumnya adalah ikan teri (Stolephorus sp), tembang (Clupea sp), pepetek (Leiognathus sp), kembung (Rastrelliger sp), layur (Trichiurus sp), selar (Charanx sp), tenggiri (Scomberomorus sp), japuh (Dussumieria sp), cumi-cumi  (Loligo sp) dan sotong (Sepia sp).
D.     Hubungan Faktor Parameter Oseanografi Dengan Hasil Tangkapan
Ketersediaan sumberdaya ikan pada suatu wilayah akan berubah seiring dengan perubahan lingkungan, yang menyebabkan ikan akan memilih tempat yang sesuai dengan kondisinya dan perubahan itu dapat terjadi dalam waktu yang pendek maupun panjang.  Dengan demikian keberadaan sumberdaya ikan dalam suatu wilayah dapat dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih modern. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarso (1985) yang menyatakan bahwa ikan akan selalu mencari tempat yang sesuai dengan sifat hidupnya, dan biasanya suatu jenis ikan mempunyai suhu optimum yang khusus dengan sifatnya (Hutabarat dan Evans, 2008).
            Parameter fisika air terdiri dari suhu, kecerahan, sifat optis air, kekeruhan, kecepatan arus, gelombang dan pasang surut. Hal – hal tersebut dapat mempengaruhi kepadatan dan kelimpahan biota laut pada suatu daerah penangkapan ikan. Untuk mengetahui pengaruh dari parameter oseanogarafi terhadap keberadaan dan kelimpahan ikan maka dilakukanlah pengukuran suhu, salinitas dan kecepatan arus praktik lapang ini.
1.   Suhu
suhu air sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan. kenaikan suhu perairan sebesar 10oC akan meningkat metabolisme dalam tubuh ikan itu sampai dua kali lipat. Penurunanan suhu periaran 1oC akan menurunkan nafsu makan dari ikan (Effendi, 2003).
Adapun Pada praktik lapang dilakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermometer yaitu sebanyak 3 kali (setelah Hauling pertama dan setelah hauling kedua dan ketiga). Adapun hubungan suhu dengan hasil tangkapan dilihat pada gambar di bawah ini.
a.   Pengaruh suhu terhadap ikan teri
Gambar 12. Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan teri
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan suhu permukaan air dengan hasil tangkapan pada ikan teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan SPL dengan ikan teri berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.038 berarti bahwa SPL mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 3%, sedangkan 97% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Pada grafik dapat dilihat bahwa suhu berkisar antara 21 0C – 32 0C.


b. Pengaruh suhu terhadap ikan tembang
Gambar 13. Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan tembang
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan suhu permukaan air dengan hasil tangkapan pada ikan teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan SPL dengan ikan teri berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.001 berarti bahwa SPL mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 1%, sedangkan 99% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Hal ini menandakan bahwa tidak berpengaruh suhu pada ikan tembang  Pada grafik dapat dilihat bahwa suhu berkisar antara 21 0C – 32 0C.
c. Pengaruh suhu terhadap ikan bete-bete
Gambar 14. Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan bete-bete
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan suhu permukaan air dengan hasil tangkapan pada ikan teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan yang lurus. Hal ini menunjukkan hubungan SPL dengan ikan bete-bete tidak berkolerasi. Pada grafik dapat dilihat bahwa suhu berkisar antara 21 0C – 32 0C.

2. Salinitas
Ikan yang tergolong pada jenis atau kelompok euryhaline mampu hidup pada fluktuasi dengan kadar garam yang cukup besar, asal terjadi secara bertahap. Ikan stenohaline yang toleransinya terhadap perubahan kadar garam kecil sekali, akan sangat peka tethadap perubahan salinitas (Robert, 2005).
Pada praktik lapang dilakukan pengukuran salinitas dengan menggunakan salinometer yaitu sebanyak 3 kali (setelah Hauling pertama dan setelah hauling kedua dan ketiga). Adapun hubungan salinitas dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
a.    Pengaruh salinitas terhadap ikan teri
  Gambar 15. Hubungan salinitas dengan produksi ikan teri
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kadar salinitas perairan dengan hasil tangkapan pada ikan teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri bawah ke kanan atas. Hal ini menunjukkan hubungan salinitas dengan ikan teri berkolerasi positif. Nilai R2 = 0.251 berarti bahwa salinitas perairan mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 25%, sedangkan 75% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Pada grafik dapat dilihat bahwa kadar salinitas berkisar antara 24 – 30 ppt, jumlah hasil tangkapan ikan teri tidak merata.
b.     Pengaruh salinitas terhadap ikan tembang
Gambar 16. Hubungan salinitas dengan produksi ikan tembang
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kadar salinitas perairan dengan hasil tangkapan pada ikan tembang. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan salinitas dengan ikan tembang berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.155 berarti bahwa salinitas perairan mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan tembang hanya sebesar 15%, sedangkan 85% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan tembang. Pada grafik dapat dilihat bahwa kadar salinitas berkisar antara 24 – 30 ppt.
c.    Pengaruh salinitas terhadap ikan bete-bete
Gambar 17. Hubungan salinitas dengan produksi ikan bete-bete
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kadar salinitas perairan dengan hasil tangkapan pada ikan bete-bete. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan salinitas dengan ikan tembang berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.022 berarti bahwa salinitas perairan mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan tembang hanya sebesar 2%, sedangkan 98% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan tembang. Pada grafik dapat dilihat bahwa kadar salinitas berkisar antara 24 – 30 ppt.
3. Arus
Menurut Robert (2005) Arus yaitu gerakan air pada suatu perairan, secara tidak langsung besar pengaruhnya terhadap kehidupan ikan, karena:
d.    Arus memindahkan anak ikan
e.    Arus memindahkan makanan ikan
f.     Arus memindahkan lingkungan hidup ikan
Pada praktik lapang dilakukan pengukuran arus dengan menggunakan layangan arus. Pada pengukuran arus dilakukan sebanyak tiga kali (setelah hauling pertama, hauling kedua dan hauling ketiga.
a. Pengaruh kecepatan arus terhadap ikan teri
Gambar 18. Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan teri
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan hasil tangkapan pada ikan teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri bawah ke kanan atas. Hal ini menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan ikan teri berkolerasi positif. Nilai R2 = 0.332 berarti bahwa SPL mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 33%, sedangkan 67% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Pada grafik dapat dilihat bahwa kecepatan arus berkisar antara 0.01-0.1 m/s.

b. Pengaruh kecepatan arus terhadap ikan tembang
Gambar 19. Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan tembang
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan hasil tangkapan pada ikan tembang. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkanyang lurus. Hal ini menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan ikan tembang tidak berkolerasi. Pada grafik dapat dilihat bahwa kecepatan arus berkisar antara 0.01-0.1 m/s.

c. Pengaruh kecepatan arus terhadap ikan bete-bete
Gambar 20. Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan bete-bete
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan hasil tangkapan pada ikan teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan ikan teri berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.145 berarti bahwa SPL mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 15%, sedangkan 85% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Pada grafik dapat dilihat bahwa kecepatan arus berkisar antara 0.01-0.1 m/s.







IV.          PENUTUP
A.     Kesan-kesan Praktik Lapang
Adapun kesan-kesan selama praktik lapang yaitu:
1.    Merasa bahagia karena bisa praktik lapang bersama teman-teman PSP
2.    Konsumsi juga lancar.
B.     Saran
Adapun saran untuk asisten SIPT  yaitu:
1.    Pertahankan keramahannya pada praktikan
2.    Pertahankan kebaikannya pada praktikan
























DAFTAR PUSTAKA
Badan Statistik Kab. Barru. 2011. Lokasi dan Informasi Kabupaten Barru. 2011
Kadjun, A. 2014. Tugas Pendahuluan Penginderaan Jauh. Alat Tangkap, Alat Bantu Penangkapan Ikan dan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan.Pare-pare. 2014
Khaerulaswad dkk, 2016. Laporan Kunjungan (Study Wisata) Stasiun Bumi Pare-pare. Bulukumba. 2016
Mallaw, A.,  2012. Dasar-Dasar Penangkapan Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas. Makassar
Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar  Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Bandung . 334 p.
Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar  Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Bandung . 334 hal.



0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

lihat juga