LAPORAN PRAKTIK
LAPANG TERPADU PSP 2016
SISTEM INFORMASI
PERIKANAN TANGKAP
SISTEM
INFORMASI PERIKANAN TANGKAP
PADA BAGAN PERAHU YANG BEROPERASI DIPERAIRAN KABUPATEN BARRU SERTA KUNJUNGAN DI LAPAN KABUPATEN
PARE-PARE
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjat kan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat
menyelesaikan Laporan praktik lapang terpadu PSP 2016 yang telah dilaksanakan
pada tanggal 29-31 Oktober 2016 di Matene, Kec. Tanete Rilau, Kab. Barru,
Sulawesi Selatan.
Dalam penyusunan laporan praktik lapang
ini, masih
banyak kendala yang saya hadapi. Akan tetapi dengan adanya tindakan dan usaha
maka laporan tentang Sistem Informasi Perikanan Tangkap dapat saya susun
sebagaimana mestinya.
Saya menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang terdapat dari penyusunan laporan ini, baik dari segi materi
maupun dari segi teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman yang penulis dapatkan. Oleh Karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan.
Makassar, 4 November 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang....................................................................................... 1
B.
Tujuan
................................................................................................... 1
BAB II.
METODE PRAKTIK
A.
Waktu
dan Tempat................................................................................ 4
B.
Alat
dan Bahan....................................................................................... 4
C.
Metode
Praktik....................................................................................... 5
BAB III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Lapan Pare-pare.................................................................... 6
B.
Parameter Oseanografi......................................................................... 8
C.
Komposisi Hasil Tangkapan.................................................................. 9
D.
Hubungan Parameter
Oseanografi Dengan Hasil Tangkapan........... 10
BAB IV.
KESIMPULAN
A.
Kesan-kesan
Prakting Lapang............................................................... 17
B.
Saran dan Kritikan.................................................................................. 17
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................... 18
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Peta
Kabupaten Barru............................................................................... 3
2.
Fasilitas Aula Presentasi
Peserta............................................................... 6
3.
Tempat Perekaman................................................................................... 6
4.
Tempat Pengelolahan Data....................................................................... 7
5.
Parabola Perekam Pertama...................................................................... 7
6.
Antena Parabola Menyerupai Bola............................................................ 8
7.
Antena Parabola yang Masih Berfungsi.................................................... 8
8.
Perangkat dalam Ruang Pengolahan Data............................................... 9
9.
Jalur Distribusi Data Dari SPPS Lapan ke Nelayan.................................. 9
10.
Grafik
Hasil Tangkapan Ikan Perunit Kapal............................................ 11
11.
Diagram komposisi hasil tangkapan........................................................ 12
12.
Hubungan
suhu dengan hasil tangkapan ikan teri................................... 13
13.
Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan tembang......................... 14
14.
Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan bete-bete......................... 14
15.
Hubungan
salinitas dengan produksi ikan teri......................................... 15
16.
Hubungan
salinitas dengan produksi ikan tembang................................ 16
17.
Hubungan salinitas dengan produksi ikan
bete-bete.............................. 16
18.
Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan teri........................... 17
19.
Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan tembang.................. 17
20.
Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan bete-bete................. 18
DAFTAR
TABEL
Nomor
Halaman
1. Alat
dan Bahan Beserta Kegunaannya...................................................... 3
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kabupaten Barru adalah
salah satu daerah potensial di bidang Kelautan dan Perikanan. Luas wilayah
penangkapan ikan laut sekitar 56.160 Ha, tambak sekitar 2.570 Ha, pantai 1.400
Ha dan areal budidaya kolam/air tawar 39 Ha produksi perikanan saat
ini : udang : 633,01 ton bandeng : 1.556,08 ton cakalang/tongkol : 260,6 ton kerapu/kakap
: 744 ton Ikan merah : 97,02 ton rumput Laut : 251,07 ton yang sudah
diuji coba dan hasilnya sangat baik. Peluang bagi investor pada sub sektor
Perikanan ini adalah budidaya laut berupa keramba jaring apung rumput laut,
penangkapan dan pengolahan hasil laut (Badan Statistik Kab. Barru, 2011).
Kabupaten Barru adalah salah satu daerah
Tingkat II
di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Barru. Kabupaten ini memiliki
luas wilayah 1.174,72 km² dan berpenduduk sebanyak 159.235 jiwa.
Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten yang
berada di pesisir Barat Propinsi
Sulawesi Selatan, dengan Ibu Kota Sumpang Binangae terletak antara koordinat 4o05’
49” - 4o47’ 35” Lintang Selatan dan 119o49’ 16” Bujur
Timur. Luas wilayah daratan
kurang lebih 1.174,72 km2(117.427 Ha) dan perairan 56.160 Ha. Pada awalnya terdiri dari lima kecamatan
dengan 24 desa, kemudian terjadi pemekaran desa menjadi36 desa. Pada tahun 2001
dilakukan pemekaran kecamatan dan desa menjadi tujuh kecamatan yakni Kecamatan
Tanete Riaja, Kecamatan Pujananting, Kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Barru,
Kecamatan Balusu, Kecamatan Balusu, Kecamatan Soppeng Riaja dan Kecamatan Mallusetasi,
yang meliputi 40 Desa dan 14 Kelurahan (Badan Statistik Kab. Barru, 2011).
Potensi
sumberdaya dan biofisik
1. Potensi perikanan
tangkap : 56.000 Ha
2. Potensi Perikanan
Budidaya : 1.400 Ha
3. Potensi Perikanan
Tambak
: 5.000 Ha
4. Potensi Perikanan Air
Tawar
: 200 Ha
Lingkungan Matene merupakan
sakah satu wilayah yang berada di Kabupaten Barru, Kecamatan Tanete Rilau yang
mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai nalayan. Alat tangkap yang dominan
di lingkungan ini adalah bagan perahu yang oleh masyarakat sekitas disebut
bagan pete-pete. Di lingkungan Matene, selain berpropesi sebagai nelayan,
beberapa masyarakat juga berprofesi sebagai petani rumput laut dan penjual ikan
kering.
Lingkungan Matene yang menjadi hasil tangkapan yang
bernilai ekonomis oleh nelayan ialah jenis-jenis ikan pelagis kecil seperti
ikan teri, ikan tembang, dan ikan bete-bete. Ikan-ikan jenis ini diolah dengan
cara dikeringkan agar nilai ekonomis dari ikan tersebut menjadi naik, sehingga
menguntungkan bagi masyarakat lingkungan Matene.
Jenis alat tangkap yang biasa dioperasikan di
kabupaten Barru adalah bagan perahu (boat lift nets).
Bagan perahu (boat lift nets) adalah
salah satu jenis alat penangkapan ikan yang termasuk dalam klasifikasi jaring
angkat ( lift net ) dari jenis bagan yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan
pelagis kecil (Mallawa, 2012). Alat tangkap ini pertama kali diperkenalkan olah
nelayan Bugis Makasar pada tahun 1950-an. Bagan perahu mempunyai bentuk lebih
ringan dan sederhana, dapat menggunakan satu atau dua perahu.
Sistem
Informasi Geografis (SIG) adalah system yang dapat mendukung pengambilan
keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan
karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan dilokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi
dan teknologi yang diperlukan, yaitu data sapsial, perangkat keras, perangkat
lunak dan struktur organisasi (Prahasta, 2002).
Sistem
Informasi Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat
keras, perangkat lunak, data geografis, data-data pendukung dan personel yang
dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis
(Nath et.al, 2000; Prahasta, 2001).
B. Tujuan
Tujuan dari praktik lapang Sistem Informasi Perikanan
Tangkap dilaksanakan, yaitu:
1.
Untuk mengetahui perikanan tangkap pada alat tangkap
bagan perahu di perairan Desa Matene Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.
2.
Untuk
mengidentifikasi sistem informasi perikanan tangkap yang ada pada Lapan
Pare-pare.
BAB II. METODE PRAKTIK
A.
Waktu dan Tempat
Praktik lapang matakuliah Sistem Informasi Perikanan
Tangkap ini dilaksanakan pada 29 – 31 Oktober 2016 di Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi
Selatan. .
Proses penangkapan dimulai dari fishing
base pada kordinat 040 27’ 03.204” LS - 1190 35’
51.260” BT pada pukul 17.53 WITA dan sampai di fishing ground pada pukul 19.08 WITA pada kordinat 040
29’ 52.203” LS - 1190 28’ 56.664” BT.
Gambar 1. Peta Kabupaten Barru, Provinsi
Sulawesi Selatan
B. Alat dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan serta fungsinya yaitu:
Tabel 1. Alat, Bahan, dan Kegunaan
No.
|
Alat / Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
Kamera
|
Untuk mengambil gambar
|
2
|
GPS (Global
Positioning System)
|
Untuk melihat titik fishing
ground dan fishing base
|
3
|
Alat
Tulis
|
Untuk mencatat data hasil pengamatan
|
4
|
Papan Preparat
|
Untuk mengukur panjang ikan
|
5
|
Ikan
|
Sebagai salah satu objek yang diamati
|
6
|
Kusioner
|
Sebagai salah satu parameter yang diamati
|
C.
Metode Praktik
1.
Observasi
Metode yang digunakan yakni dengan cara melihat proses
penangkapan bagan perahu di Barru dengan prosedur kerja sebagai berikut:
a.
Mencatat
letak fishing base
b. Mencatat waktu yang
ditempuh selama perjalanan menuju fishing
ground
c. Mencatat letak fishing ground
d. Mengukur suhu dan salinitas air laut yang diambil sebagai
sampel dalam wadah menggunakan termometer
dan salinometer terhitung saat mulai setting, pertengahan dan pada saat hauling.
e. Mencatat hasil pengukuran
suhu dan salinitas air laut
f. Mengamati proses setting dan hauling pada alat tangkap
g. Mencatat setiap waktu yang
dibutuhkan dalam kegiatan penangkapan
h. Mengambil sampel ikan dari hasil tangkapan yang dominan
setiap hauling
i. Mencatat setiap teknik
pengperasian bagan perahu
2.
Wawancara
Metode yang digunakan dengan cara melakukan wawancara
atau memberikan pertanyaan kepada nelayan tentang alat tangkap yang digunakan,
Cara memperoleh data, yakni dengan menanyakan ke nelayan tentang berbagai hal
yang berkaitan pada kuisioner.
3.
Studi
Literatur
Metode ini
digunakan untuk menambah informasi dan memperkuat data yang telah kita peroleh
selama melakukan praktik lapang dalam melengkapi laporan.
BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lapan Pare-pare
Sistem
Informasi Geografis (SIG) adalah system yang dapat mendukung pengambilan
keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan
karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan dilokasi tersebut.
SIG yang lengkap mencakup metodologi
dan teknologi yang diperlukan, yaitu data sapsial, perangkat keras, perangkat lunak
dan struktur organisasi (Prahasta, 2002).
Tugas utama Pusat Teknologi dan Pengindraan Jauh adalah
menyediakan data penginderaan jauh berlisensi Pemerintah Indonesia bagi seluruh
kementerian/lembaga, POLRI, TNI, dan pemerintah daerah (UU No. 21 Tahun 2013
tentang Keantriksaan).
Sejarah Balai Penginderaan Jauh
Pare-pare yaitu pada tahun 1993 dibangun Stasiun
Bumi Satelit Penginderaan Jauh (SBSPJ) LAPAN, yang diresmikan oleh Presiden
Soeharto pada tanggal 29 September 1993. Letak stasiun ini berada di tepi
kota Parepare, sekitar 155 km sebelah utara Kota Makassar (Provinsi Sulawesi
selatan). Beberapa alasan SBSPJ dibangun di Parepare, yaitu:
1.
Daerah liputan optimal
(95 % Wilayah Indonesia),
2.
Tersedianya fasilitas
pendukung (listrik dan telekomunikasi internasional), dan
3.
Tersedianya lokasi yang
memenuhi persyaratan teknis.
Tahun 1995, dibangun Sistem penerimaan dan perekaman data untuk satelit
JERS-1. Satelit ini membawa sensor SAR dan optik. Tahun 2001, Stasiun Bumi
Penginderaan Jauh (SBSPJ) berubah namanya menjadi Instalasi Penginderaan Jauh
Sumber Daya Alam (IISDA) LAPAN Parepare. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala
LAPAN Nomor Kep/010/II/2001, Instalasi Penginderaan Jauh Sumber Daya Alam
(Instalasi Inderaja SDA LAPAN) mempunyai tugas melaksanakan : Penerimaan,
Perekaman, dan Pengelolaan Data satelit serta distribusi dan pelayanan teknis
pemanfaatan data satelit Indraja untuk wilayah Indonesia Bagian Tengah. Tahun 2011 tepatnya tanggal
20 Juni 2011 IISDA LAPAN PAREPARE berubah namanya menjadi UPT Balai
Penginderaan Jauh Parepare Data satelit yang direkam adalah data SPOT4 dan
Modis (Aqua dan Terra).
Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh LAPAN
Pare-pare merupakan salah satu bentuk usaha perusahaan Non Departemen yang
menempati ruang atau wilayah di atas permukaan bumi yang tepatnya berada di
wilayah kota madya Pare-Pare provinsi Sulawesi Selatan, yang berdiri di
atas tanah yang luasnya sekitar 4 Ha termasuk lokasi perumahan karyawan yang
berada di bahagian barat sulawesi- selatan sekitar 8 km
kearah barat. Lapan Pare – Pare ini merupakan Lapan yang satu-satunya diwilayah
Provinsi Sulawesi Selatan (Khaerulaswad dkk, 2016).
Beberapa gambaran yang menunjukkan beberapa lokasi
Satelit Bumi Penginderaan Jauh Lapan Pare-pare adalah sebagai berikut :
1. Lokasi Umum LAPAN Pare-pare
Gambar 2. Fasilitas Aula
Presentasi Peserta
Gambar diats menunjukkan lokasi fasilitas Aulia
atau tempat presentasi peserta Lapan Pare-pare.
Gambar 3.
Tempat Perekaman
Gambar diatas adalah salah satu fasilitas Lapan Pare-pare yang menjadi
tempat perekaman yang dilakukan sesuai dengan permintaan lapan dari pusat.
Gambar 4. Tempat Pengelolahan
Data
Gambar diatas menunjukkan tempat pengelolahan data
yabg diperoleh dari perekaman, tempat ini menjadi pengelolahan data sehingga
menjadi data menta yang akan dikirim ke pusat sesuai dengan jadwal atau
permintaan dalam bentuk print out.
2.
Antena Parabola Sebagai Perekam
Gambar 5. Parabola Perekam
Pertama
Gambar diatas menunjukkan antena parabola sebagai
sarana perekam pertama, antena ini terletak halaman paling depan Lapan yang sudah
tidak berfungsi.
Gambar 6. Antena Parabola Menyerupai
Bola
Gambar diatas merupakan antena parabola yang
menyerupai bola yang dimana berfungsi untuk pelindung, karena dalam bola
tersebut terdapat alat satelit yang berguna untuk pencarian data. Parabola
diatas sampai saat ini masih berfungsi dan terletak di halaman depan lokasi
Lapan.
Gambar 7. Antena
Parabola yang Masih Berfungsi
Gambar diatas adalah gambar Antena
Parabola yang sampai saat ini masih digunakan. Tampak pada gambar perbedaan
posisi antena parabola membuktikan bahwa antena parabola tersebut masih
digunakan dan sedang digunkan, posisi antena parabola yang merunduk menandakan
antena parabola tersebut sedang digunakan merekam.
3. Hubungan
Lapan Pare-pare dengan Perikanan Tangkap
Dengan teknologi penginderaan jauh dan SIG faktor-faktor
lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi, dan kelimpahan ikan
dapat diperoleh secara berkala, cepat dengan cakupan area yang luas. Faktor
lingkungan tersebut antara lain suhu permukaan laut (SST), tingkat konsentrasi
klorofil-a, perbedaan tinggi permukaan laut, arah dan kecepatan arus dan
tingkat produktivitas primer, ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan muda
dilacak disuatu area dengan teknologi ini karena ikan lebih cenderung berkumpul
pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan kondisi tubunya seperti adanya
peristiwa upwelling, dinamika arus
pusaran dan daerah front gradient pertemuan
massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu dan klorofil-a (Polovia et al., 2001; Zaenuddin et al., 2004, 2006).
Lapan Pare-pare akan membantu para nelayan perikanan
tangkap untuk memberikan informasi baik itu daerah penangkapan yang cocok untuk
mengoperasikan alat tangkap yang digunakan maupun data lainnya yang berhubungan
dengan perikanan. Dan akan lebih mudah melakukan pencarian kelimpahan serta
migrasi pada ikan dan lokasi fishing
ground yang tepat.
Dengan adanya LAPAN maka operasi penangkapan dapat berjalan dengan lancar
dengan memanfaatkan suhu permukaan laut, kandungan klorofil perairan dari
citera yang dihasilkan oleh satelit yang di olah oleh pihak LAPAN yang terkait.
Apa bila kita sudah mendapat data tentang suhu permukaan laut, kandungan
klorofil perairan maka kita bisa mengetahui dimana ikan berada, seperti pada
suhu karena semua ikan mempunyai konsentrasi suhu yang berbeda begitu pula
dengan klorofil apa bila kandungan klorofil banyak maka pasti sudah banyak ikan
di daerah tersebut (Kadjun, 2014).
4. Penerapan
SIPT di Lapan Pare-pare
Kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan oleah nelayan
pada umumnya hanya berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang dan informasi
sesame nelayan. Selain itu, nelayan pada ummnya berangkat dari pangkalana tidak
langsung melakukan penangkapan akan tetapi terlebih dahulu mencari lokasi
daerah penangkapan ikan. Hal ini menyebabkan nelayan selalu berada pada
ketidakpastian untuk lokasi yang potensial. Sehingga penangkapan yang tidak
optimal dan menurun. Ini yang menyebabkan kerugian diantaranya waktu, biaya,
dan tenaga (Suhartono, et al., 2013).
Dari hasil kunjungan di Lapan Pare-pare sudah banyak
pengaplikasian atau penerapan SIPT terhadap Lapan Pare-pare seperti pendugaan
stok ikan, lokasi penangkapan atau fishing
ground, konsentrasi klorofil-a, kecepatan arus dan suhu permukaan laut
(SST). Dengan data-data yang ada maka nelayan sudah mampu memaksimalkan
penangkapan karena sudah menggunakan teknologi seperti GPS yang bisa mendeteksi
lokasi penangkapan ikan.
Gambar
8. Perangkat dalam Ruang Pengolahan Data
5. Alur
Peta Nelayan
Gambar 9. Jalur
Distribusi Data Dari SPPS Lapan ke Nelayan
Gambar diatas menunjukkan mekanisme distribusi Iformasi dari Sistem
Penerimaan dan Pengolahan Data satelit Lapan sampai ke Nelayan. Sebelum di
terima oleh Nelayan maka dikelolah oleh Pusat Informasi Potensi Penangkapan
Ikan Kab. Barru lau kemudian diterima oleh Forum Nelayan (TPI/KUD) lalu kemudia
di transfer ke Nelayan.
B. Parameter
Oseanografi
Kelimpahan atau tersebarnya suatu organisme (ikan) dapat
di sebabkan karena beberapa paramater yaitu:
1.
Suhu
Keberadaan sumberdaya ikan dalam suatu wilayah dapat
dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih modern.
Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarso (1985) yang menyatakan bahwa ikan akan
selalu mencari tempat yang sesuai dengan sifat hidupnya, dan biasanya suatu
jenis ikan mempunyai suhu optimum yang khusus dengan sifatnya (Hutabarat dan
Evans, 2008).
2.
Salinitas
Ikan yang tergolong pada jenis atau kelompok euryhaline mampu hidup pada fluktuasi
dengan kadar garam yang cukup besar, asal terjadi secara bertahap. Ikan stenohaline yang toleransinya terhadap
perubahan kadar garam kecil sekali, akan sangat peka tethadap perubahan
salinitas (Robert, 2005).
3.
Kecepatan arus
Menurut Robert (2005) Arus yaitu gerakan air pada suatu
perairan, secara tidak langsung besar pengaruhnya terhadap kehidupan ikan,
karena:
a.
Arus
memindahkan anak ikan
b.
Arus
memindahkan makanan ikan
c.
Arus
memindahkan lingkungan hidup ikan
Pada praktik
lapang dilakukan pengukuran arus dengan menggunakan layangan arus. Pada
pengukuran arus dilakukan sebanyak tiga kali (setelah hauling pertama, hauling kedua
dan hauling ketiga.
C. Komposisi Hasil Tangkapan
Dari delapan kapal selama praktik lapang didapatkan hasil
tangkapan Ikan Tembang (Sardinella
fimbriata)
lebih dominan tertangkap pada kapal 7 dibandingkan dengan kapal-kapal lain.
Ikan Bete-bete (Leognathus sp.) dan
Ikan Teri (Stolephorus sp.), paling sedikit tertangkap
pada kapal 2.
Gambar 10. Grafik Hasil Tangkapan
Ikan Perunit Kapal
Berdasarkan grafik di atas dapat kita ketahui bahwa hasil
tangkapan yang dominan yakni ikan teri (Stelophorus
commersoni), ikan Bete-bete (Leiognatus
equulus), dan ikan tembang (Sardinella
fimbriata). Dengan hasil tangkapan tertinggi yakni pada kapal 1 dan 7.
Jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah ikan Tembang. Sedangkan jenis
ikan hasil tangkapan yang paling sedikit adalah ikan Teri.
Sasaran utama dari bagan adalah ikan pelagis kecil dan
ikan-ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif yaitu ikan teri (Stolephorus sp), dan avertebrata yaitu
cumi-cumi (Loligo sp). Namun tidak
jarang bagan juga sering menangkap hasil sampingan seperti layur (Trichulus savala), tembang (Sardinella fimbriata), pepetek (Leiognathus sp), kembung (Rastrelliger spp), layang (Decapterus spp), dan lain-lain (Subani
dan Barus, 1989).
1.
Diagram
Batang
Diagram
11. Diagram komposisi hasil tangkapan
Berdasarkan diagram di atas dapat disimpulkan bahwa
komposisi hasil tangkapan ikan Tembang merupakan yang terbanyak, yakni 1820 kg
dengan persentase 43%. Ikan Bete-bete sebanyak 1144,5 kg dengan persentase 27%,
ikan Teri sebanyak 705 kg dengan persentase 17%, dan 525 kg dengan persentase
13% terdiri dari berbagai jenis ikan yang bukan merupakan target tangkapan
utama.
Monintja DR dan
S Martasuganda (1989) mengungkapkan bahwa hasil tangkapan bagan pada umumnya
adalah ikan teri (Stolephorus sp),
tembang (Clupea sp), pepetek (Leiognathus sp), kembung (Rastrelliger sp), layur (Trichiurus sp), selar (Charanx sp), tenggiri (Scomberomorus
sp), japuh (Dussumieria sp),
cumi-cumi (Loligo sp) dan sotong (Sepia
sp).
D. Hubungan Faktor Parameter Oseanografi Dengan Hasil
Tangkapan
Ketersediaan sumberdaya ikan pada suatu wilayah akan
berubah seiring dengan perubahan lingkungan, yang menyebabkan ikan akan memilih
tempat yang sesuai dengan kondisinya dan perubahan itu dapat terjadi dalam
waktu yang pendek maupun panjang. Dengan
demikian keberadaan sumberdaya ikan dalam suatu wilayah dapat dimanfaatkan
dengan menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih modern. Hal ini sesuai
dengan pendapat Gunarso (1985) yang menyatakan bahwa ikan akan selalu mencari
tempat yang sesuai dengan sifat hidupnya, dan biasanya suatu jenis ikan
mempunyai suhu optimum yang khusus dengan sifatnya (Hutabarat dan Evans, 2008).
Parameter fisika air terdiri dari
suhu, kecerahan, sifat optis air, kekeruhan, kecepatan arus, gelombang dan
pasang surut. Hal – hal tersebut dapat mempengaruhi kepadatan dan kelimpahan
biota laut pada suatu daerah penangkapan ikan. Untuk mengetahui pengaruh dari
parameter oseanogarafi terhadap keberadaan dan kelimpahan ikan maka
dilakukanlah pengukuran suhu, salinitas dan kecepatan arus praktik lapang ini.
1.
Suhu
suhu air sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan.
kenaikan suhu perairan sebesar 10oC akan meningkat metabolisme dalam
tubuh ikan itu sampai dua kali lipat. Penurunanan suhu periaran 1oC
akan menurunkan nafsu makan dari ikan (Effendi, 2003).
Adapun Pada
praktik lapang dilakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermometer yaitu sebanyak 3 kali
(setelah Hauling pertama dan setelah hauling kedua dan ketiga). Adapun
hubungan suhu dengan hasil tangkapan dilihat pada gambar di bawah ini.
a.
Pengaruh
suhu terhadap ikan teri
Gambar 12. Hubungan suhu dengan
hasil tangkapan ikan teri
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan suhu permukaan
air dengan hasil tangkapan pada ikan
teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri
atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan SPL dengan ikan teri
berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.038 berarti bahwa SPL mempengaruhi
hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 3%, sedangkan 97% merupakan faktor
lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Pada grafik dapat dilihat
bahwa suhu berkisar antara 21 0C – 32 0C.
b.
Pengaruh suhu terhadap ikan tembang
Gambar
13. Hubungan suhu dengan
hasil tangkapan ikan tembang
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan suhu permukaan
air dengan hasil tangkapan pada ikan
teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri
atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan SPL dengan ikan teri
berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.001 berarti bahwa SPL mempengaruhi
hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 1%, sedangkan 99% merupakan faktor
lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Hal ini menandakan bahwa
tidak berpengaruh suhu pada ikan tembang
Pada grafik dapat dilihat bahwa suhu berkisar antara 21 0C –
32 0C.
c.
Pengaruh suhu terhadap ikan bete-bete
Gambar 14. Hubungan suhu dengan hasil tangkapan ikan bete-bete
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan suhu permukaan
air dengan hasil tangkapan pada ikan
teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan yang lurus.
Hal ini menunjukkan hubungan SPL dengan ikan bete-bete tidak berkolerasi. Pada
grafik dapat dilihat bahwa suhu berkisar antara 21 0C – 32 0C.
2.
Salinitas
Ikan yang tergolong pada jenis atau kelompok euryhaline mampu hidup pada fluktuasi
dengan kadar garam yang cukup besar, asal terjadi secara bertahap. Ikan stenohaline yang toleransinya terhadap
perubahan kadar garam kecil sekali, akan sangat peka tethadap perubahan
salinitas (Robert, 2005).
Pada praktik
lapang dilakukan pengukuran salinitas dengan menggunakan salinometer yaitu
sebanyak 3 kali (setelah Hauling pertama
dan setelah hauling kedua dan
ketiga). Adapun hubungan salinitas dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
a. Pengaruh salinitas terhadap ikan teri
Gambar 15.
Hubungan salinitas dengan produksi ikan teri
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kadar salinitas
perairan dengan hasil tangkapan pada ikan
teri. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri
bawah ke kanan atas. Hal ini menunjukkan hubungan salinitas dengan ikan teri
berkolerasi positif. Nilai R2 = 0.251 berarti bahwa salinitas
perairan mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 25%,
sedangkan 75% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan
teri. Pada grafik dapat dilihat bahwa kadar salinitas berkisar antara 24 – 30
ppt, jumlah hasil tangkapan ikan teri tidak merata.
b. Pengaruh salinitas
terhadap ikan tembang
Gambar 16. Hubungan salinitas dengan produksi
ikan tembang
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kadar salinitas
perairan dengan hasil tangkapan pada ikan
tembang. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri
atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan salinitas dengan ikan tembang
berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.155 berarti bahwa salinitas
perairan mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan tembang hanya sebesar 15%,
sedangkan 85% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan
tembang. Pada grafik dapat dilihat bahwa kadar salinitas berkisar antara 24 –
30 ppt.
c. Pengaruh salinitas terhadap ikan bete-bete
Gambar 17. Hubungan salinitas dengan produksi
ikan bete-bete
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kadar salinitas
perairan dengan hasil tangkapan pada ikan
bete-bete. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari
kiri atas ke kanan bawah. Hal ini menunjukkan hubungan salinitas dengan ikan
tembang berkolerasi negatif. Nilai R2 = 0.022 berarti bahwa
salinitas perairan mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan tembang hanya sebesar
2%, sedangkan 98% merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan
ikan tembang. Pada grafik dapat dilihat bahwa kadar salinitas berkisar antara
24 – 30 ppt.
3.
Arus
Menurut Robert (2005) Arus yaitu gerakan air pada suatu
perairan, secara tidak langsung besar pengaruhnya terhadap kehidupan ikan,
karena:
d.
Arus
memindahkan anak ikan
e.
Arus
memindahkan makanan ikan
f.
Arus
memindahkan lingkungan hidup ikan
Pada praktik
lapang dilakukan pengukuran arus dengan menggunakan layangan arus. Pada
pengukuran arus dilakukan sebanyak tiga kali (setelah hauling pertama, hauling kedua
dan hauling ketiga.
a. Pengaruh kecepatan arus terhadap ikan teri
Gambar
18. Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan teri
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kecepatan arus
dengan hasil tangkapan pada ikan teri.
Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri bawah ke
kanan atas. Hal ini menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan ikan teri
berkolerasi positif. Nilai R2 = 0.332 berarti bahwa SPL mempengaruhi
hasil tangkapan pada ikan teri hanya sebesar 33%, sedangkan 67% merupakan
faktor lainnya yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Pada grafik dapat
dilihat bahwa kecepatan arus berkisar antara 0.01-0.1 m/s.
b. Pengaruh kecepatan arus terhadap ikan tembang
Gambar
19. Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan tembang
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan kecepatan arus
dengan hasil tangkapan pada ikan
tembang. Pergerakkan garis linear pada gambar menunjukkan pergerakkanyang
lurus. Hal ini menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan ikan tembang tidak
berkolerasi. Pada grafik dapat dilihat bahwa kecepatan arus berkisar antara
0.01-0.1 m/s.
c. Pengaruh kecepatan arus terhadap ikan bete-bete
Gambar
20. Hubungan kec. Arus dengan hasil tangkapan ikan bete-bete
Pada
gambar diatas menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan hasil tangkapan pada ikan teri. Pergerakkan garis linear
pada gambar menunjukkan pergerakkan dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini
menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan ikan teri berkolerasi negatif. Nilai
R2 = 0.145 berarti bahwa SPL mempengaruhi hasil tangkapan pada ikan
teri hanya sebesar 15%, sedangkan 85% merupakan faktor lainnya yang
mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri. Pada grafik dapat dilihat bahwa
kecepatan arus berkisar antara 0.01-0.1 m/s.
IV.
PENUTUP
A. Kesan-kesan Praktik Lapang
Adapun
kesan-kesan selama praktik lapang yaitu:
1.
Merasa bahagia karena bisa praktik lapang bersama
teman-teman PSP
2.
Konsumsi juga lancar.
B. Saran
Adapun saran untuk
asisten SIPT yaitu:
1.
Pertahankan keramahannya pada praktikan
2.
Pertahankan kebaikannya pada praktikan
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Statistik Kab. Barru. 2011. Lokasi dan Informasi Kabupaten Barru. 2011
Kadjun, A. 2014. Tugas
Pendahuluan Penginderaan Jauh.
Alat Tangkap, Alat Bantu Penangkapan Ikan dan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu
Kelautan.Pare-pare. 2014
Khaerulaswad
dkk, 2016. Laporan Kunjungan (Study Wisata) Stasiun Bumi Pare-pare. Bulukumba.
2016
Mallaw, A., 2012. Dasar-Dasar
Penangkapan Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Unhas. Makassar
Prahasta,
E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika
Bandung. Bandung . 334 p.
Prahasta,
E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika
Bandung. Bandung . 334 hal.
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.