Thursday, November 17, 2016

PROSES PENGALENGAN IKAN LEMURU DENGAN PERHITUNGAN THERMAL

PROSES PENGALENGAN IKAN LEMURU DENGAN PERHITUNGAN THERMAL


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Komoditas perikanan mempunyai kecenderungan meningkat di pasaran dunia ditengah merosotnya perdagangan komoditas pertanian dan bahan pangan lainnya. Pemerintah terus berupaya untuk merangsang pertumbuhan industri perikanan agar dapat meningkatkan produksinya untuk ekspor, sekaligus akan bermanfaat untuk meningkatkan hasil devisa negara dan sebagai saluran pemasaran baru bagi produksi rakyat ke luar negeri. Dengan pengembangan perikanan akan mendorong para investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menginvestasikan modalnya disektor perikanan (Wahyudi, 2003).
Ikan merupakan sumber makanan yang mudah membusuk (perishable food), karena itu dalam pengolahannya perlu dilakukan dengan cepat dan tepat. Apabila cara penanganan salah, maka tidak mungkin dihasilkan produk perikanan yang bermutu baik demikian pula pada pengolahannya, harus dilakukan dengan benar supaya tahan lama serta nutrisinya tidak berkurang.
Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan dan kerusakan.  Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet  dan mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan. Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan secara modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008).
Atas dasar uraian tersebut maka dalam kesempatan ini, makalah ini di buat dengan berdujul pengalengan ikan lemuru.





B.    Tujuan.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah yaitu mengetahui proses pengalengan ikan lemuru menggunakan perhitungan termal






















BAB II
PEMBAHASAN

1.     KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI IKAN LEMURU
               Adapun klasifikasi ikan lemuru menurut Prasetio, (2010) adalah sebagai berikut :
Phylum            : Chordata
Sub Phylum     : Vertebrata
Class               : Pisces
Sub Class        : Teleostei
Ordo                : Clupeiformes
Family             : Clupeidae
Genus             : Sardinella
Species           : Sardinella longiceps
               Seperti jenis ikan lemuru kebanyakan ikan ini berbentuk elongeted dengan jari-jari lunak sirip punggung sebanyak 13 – 21 dan jari-jari sirip anal sebanyak 12 – 23. Ikan ini merupakan jenis lemuru yang dapat mencapai panjang maksimal 23 cm. Memiliki bintik hitam di belakang pembatas tutup insang dan warna kuning keemasan pada linea lateralisnya, kepalanya sangat panjang, kurang lebih 1/3 dari panjang tubuhnya, berwarna biru kehijauan pada bagian dorsal dan mengkilap pada bagian ventral. 
Gambar 1. Ikan Lemuru

2. PENGALENGAN
a.  Pengertian Pengalengan
            Pengalengan ikan merupakan salah satu pengawetan ikan dengan menggunakan suhu tinggi (sterilisasi) dalam kaleng (Murniyarti dan Sunarman, 2000). Diperjelas oleh Pratiwi (2004), yang menyatakan bahwa pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa.
b.  Prinsip Pengalengan
Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan.
Pengalengan ikan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau aluminium dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Pratiwi (2004), menambahkan bahwa prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
c.  Proses Pengalengan Ikan
            Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan dibumbui. Adapula pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan, dalam keadaan mentah, atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008), menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah, dan proses pengalengan.
d.  Persiapan Wadah
            Di dalam pengalengan suatu produk, penting diperhatikan untuk selalu menggunakan jenis kaleng yang sesuai produk, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perubahan warna. Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya diperiksa solderannya, adanya karat atau adanya cacat  lainnya, misalnya lekuk-lekuk atau penyok. Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun hangat dan kemudian dibilas dengan air bersih ( Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci. Pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
e.  Penyiapan Bahan Mentah
Untuk memperoleh produk yang bermutu maka bahan baku yang dipakai juga harus bermutu tinggi, diantaranya yaitu menggunakan bahan baku ikan yang masih dalam keadaan segar (Poernomo, 2002). Adapun ciri-ciri bahan baku yang baik adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Ciri-Ciri utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk
Ikan Segar
Ikan yang Mulai Busuk
Kulit
·   Warna kulit terang dan jernih
·   Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama bagian perut
·   Warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas.
·   Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak
·   Kulit mulai terlihat mengendor di beberapa tempat tertentu.
Sisik
·   Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas
·   Sisik mudah terlepas dari tubuh
Mata
·   Mata tampak terang, jernih menonjol dan cembung
·   Mata tampak surm, tenggelam dan berkerut.
Insang
·   Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah
·   Insang tertutup oleh lendirberwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan
·   Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
·   Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung
Daging
·   Daging kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung
·   Daging dan bagian tubuh yang lain berbau segar
·   Bila daging ditekan dengan jari tidak terlihat lekukan
·   Daging melekat kuat pada tulang
·   Daging perut utuh dan kenyal
·   Warna daging putih
·   Daging lunak menandakan rigormortis telah selesai
·   Daging dan bagian tubuh yang lain mulai berbau busuk
·   Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan
·   Daging mudah lepas dari tulang
·   Daging lembek dan isi perut sering keluar
·   Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama disekitar tulang punggung
Bila ditaruh di dalam air
·   Ikan segar akan tenggelam
·   Ikan yang sudah sangat membusuk aka mengapung di permukaan air
           
Sebelum bahan baku dimasukkan kedalam kaleng, dilakukan sortasi dan grading berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna. Kemudian dilakukan pembersihan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku yang dapat dilakukan dengan cara menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air (Hudaya, 2008).
f.  Pengisian (Filling)
            Pengisian wadah dengan bahan yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera setelah proses persiapan selesai. Pengisian produk dilakukan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan memperhatikan adanya Head space yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama sterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi kembung (Adawyah, 2008).
            Hudaya (2008), menambahkan bahwa pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah (head space). Volume head space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Bila head space terlalu kecil akan sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan. Sebaliknya apabila “head space“ terlalu besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.
g. Penghampaan Udara (Exhausting)
Sebelum wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan/exhausting untuk memperoleh keadaan vakum parsial. Tujuan penghampaan tersebut adalah untuk memperoleh keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen (O2) yang ada dalam head space. Udara dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space yaitu ruangan antara tutup wadah dan permukaan bahan. Head space ini perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam bahan dan juga agitasi (pengadukan) serta isi kaleng selama sterilisasi (Hudaya, 2008).
Exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup juga dalam keadaan panas. Untuk beberapa jenis produk, exhausting dapat dilakukan dengan cara menambahkan medium, misalnya saos tomat larutan garam mendidih (Adawyah, 2008).
h.  Penutupan Wadah (Sealing)
            Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng/wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali (Hudaya, 2008).
i.  Sterilisasi
            Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan (Hudaya, 2008).
            Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak (Adawyah, 2008).
j.  Pendinginan (Cooling)
            Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar (35-40oC) maksudnya agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah untuk mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati (Hudaya, 2008).
Adawyah (2008), menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak tekstur dan cita rasanya. Selain itu, selama produk berada pada suhu antara suhu ruang dan proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Selain itu, dengan pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan menyebabkan shock sehingga akan mati.
k.  Penyimpanan
            Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga akan memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).
            Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15oC. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH rendah dan ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan.
l.  Kerusakan Pada Produk Kaleng
            Kerusakan pada produk kaleng, khususnya produk pengalengan ikan menurut Adawyah (2008) dibagi menjadi dua yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng. Hudaya (2008), menambahkan bahwa pada umumnya kerusakan utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya proses termal dan pencemaran kembali sesudah pengolahan. Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan tiga hal yaitu keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng, kontaminasi bakteriologis dari air pencuci atau air pendingin, peralatan pengalengan bekerja kurang baik.
1.  Kesalahan Pengolahan
        Pengolahan yang kurang (Underprocessing) mengakibatkan mikroba mesofil masih dapat hidup. Mikroba tersebut berasal dari spora yang tahan pada suhu tinggi. Jenis kerusakan ini dinamakan inspient spoilage, yaitu produk akhir yang steril komersial tetapi isi kaleng menunjukkan gejala kerusakan oleh mikroba (Adawyah, 2008). Adapun jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan pengolahan adalah sebagai berikut.
·         Mengalami penurunan tekanan vakum yang disebabkan oleh perubahan tekstur daging ikan.
·         Sering terjadi lengket produk bagian dalam tutup kaleng.
·         Terbentuknya gumpalan warna kelabu pada permukaan produk.
·         Terbentuknya kristal seperti kaca dari magnesium ammonium fosfat.
2.  Kerusakan Kaleng
        Kaleng yang tidak tertutup secara hermetis, ketika didinginkan dalam air pendingin yang tidak memenuhi syarat maka akan terkontaminasi oleh mikroba. Kerusakan itu dapat terlihat dengan adanya mixed flora, terdiri atas bakteri berbentuk batang rod dan kokus di dalam makanan yang rusak (Adawyah,2008). Hudaya (2004), menambahkan bahwa penggembungan kaleng dapat disebabkan karena timbulnya gas CO2 atau H2. Isi kaleng dapat mengalami perubahan warna, rasa, dan terbentuk senyawa yang berbau tidak sedap.
3.  Kerusakan Nonbakteriologi
        Selain kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba, masih terdapat kerusakan yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Misalnya Hidrogen swell yaitu kerusakan yang terjadi karena adanya reaksi kimia antara makanan dan kaleng yang membentuk gas hidrogen. Selain itu juga ada kerusakan akibat penyimpanan di atas 40-45oC dan masih banyak lagi kerusakan produk kaleng yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroba lainnya.




3.     PROSES PENGALENGAN IKAN DENGAN PERHITUNGANTHERMAL
Pengalengan ikan lemuru
1. Asumsi mikroorganisme yang tumbuh pada pengalengan Pengolahan yang kurang (Underprocessing) mengakibatkan mikroba mesofilmasih dapat hidup. Mikroba tersebut berasal dari spora yang tahan pada suhu tinggi.Jenis kerusakan ini dinamakan inspient spoilage, yaitu produk akhir yang sterilkomersial tetapi isi kaleng menunjukkan gejala kerusakan oleh mikroba (Adawyah,2008). Adapun jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan pengolahanadalah sebagai berikut.-Mengalami penurunan tekanan vakum yang disebabkan oleh perubahan tekstur daging ikan.- Sering terjadi lengket produk bagian dalam tutup kaleng.- Terbentuknya gumpalan warna kelabu pada permukaan produk.- Terbentuknya kristal seperti kaca dari magnesium ammonium fosfat
.
2. Ketahanan panas pada mikroorganime pada pengalengan ikan lemuru Untuk makanan kaleng seperti ikan, karena tergolong ke dalam produk makanan yang bersifat asam rendah dengan pH >4.5 biasanya diproses pada suhu 116˚C atau121˚C, dengan waktu proses yang bergantung pada cepat lambatnya perambatan panas untuk mencapai titik terdingin makanan dalam kaleng, serta daya tahan mikrobayang mengkontaminasi makanan. Proses pemanasan harus cukup untuk meng-inaktifkan mikroba yang tedapat dalam makanan kaleng tersebut atau untuk mencapai tahap sterilisasi komersial. Proses pemanasan makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari Clostridium botulinum.

3. Lama proses sterilisasi pada nilai D dan Z pada pengalengan ikan lemuru. Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan (Hudaya, 2008). Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.Di mana terdapat mikroba Clostridium botulinum atau mikroba yang tahan terhadap panas yang tinggi sekitar 1000 dan oleh karena itu, proses pemanasan harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak (Adawyah, 2008).

BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan
Ketahanan panas pada mikroorganime pada pengalengan ikan lemuru Untuk makanan kaleng seperti ikan, karena tergolong ke dalam produk makanan yang bersifat asam rendah dengan pH >4.5 biasanya diproses pada suhu 116˚C atau121˚C, dengan waktu proses yang bergantung pada cepat lambatnya perambatan panas untuk mencapai titik terdingin makanan dalam kaleng, serta daya tahan mikrobayang mengkontaminasi makanan. Proses pemanasan harus cukup untuk meng-inaktifkan mikroba yang tedapat dalam makanan kaleng tersebut atau untuk mencapai tahap sterilisasi komersial. Proses pemanasan makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari Clostridium botulinum. Lama proses sterilisasi pada nilai D dan Z pada pengalengan ikan lemuru. Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan 121 oC selama 20 – 40 menit.









DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Murniyati. Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Pratiwi, A.R. 2004. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [http://rudyct.com/PPS702-ipb/09145/a_rika_pratiwi.pdf].
Hudaya, S. 2008. Bagaimanakah Jalannya Proses Pengalengan Ikan. Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Pengolahan dan Pengawetan Pangan. [http://softwarekomputer.blogspot.com/2008/04/bagaimanakah-jalannya-proses.html ].

Poernomo, H.S. 2002. Teknologi Pengolahan Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perikanan.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

lihat juga