Tuesday, February 2, 2016

Laporan Penanganan Hasil Tangkapan (PHT) di Pare-Pare Sulawesi selatan

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

                                              

PENANGANAN HASIL TANGKAPAN BAGAN PERAHUYANG BEROPERASI DI PERAIRAN PARE-PARE, KOTA PARE-PARE, PROVINSI SULAWESI SELATAN























PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015





KATA PENGANTAR

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم .
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wataala. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan praktik lapang penanganan hasil perikanan ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam kami kirimkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Shallalahualihi wassalam. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang ikut serta dalam menyelesaikan makalah ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pembaca yang meluangkan waktu dan perhatian ke karya tulis ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan pada laporan praktik lapang ini.
                                                                       
Makassar, 23 November 2015


                                                                                                      


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A.  Latar Belakang...................................................................................... 1
B.  Tujuan .................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3
A. Letak Geografis .................................................................................... 3
B. Penanganan Ikan.................................................................................. 3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi .................................................................... 6
B. Metodologi Praktek............................................................................... 6
C. Studi Literatur........................................................................................ 7
D. Penanganan di Kapal............................................................................ 7
E. Penanganan di Darat............................................................................ 9
F. Hasil uji Organoleptik........................................................................... 14

IV. SIMPULAN DAN SARAN
A.  Simpulan............................................................................................. 15
B.  Saran................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 16
LAMPIRAN........................................................................................................... 17






 DAFTAR TABEL
Nomor                                                                                                       Halaman
1. Alat dan bahan................................................................................................................... 6
2. Hasil tangkapan.................................................................................................................





 DAFTAR GAMBAR
                       Nomor                                                                                                        Halaman
1. Penyortiran ikan................................................................................................... 9
2. Pengesan dengan metode berlapis................................................................... 10
3. penanganan ikan yang tidak terburu-buru.......................................................... 11
4. Cara penanganan ikan yang tidak benar........................................................... 12
5. Wadah/ keranjang yang digunakan pada saat penanganan didarat.................. 12
6. Ikan yang diletakkan di lantai TPI....................................................................... 13
7. Wadah yang digunakan pada saat penanganan di darat.................................. 13



DAFTAR LAMPIRAN
Nomor                                                                                                       Halaman
1. Score sheet organoleptik ikan segar................................................................... 18





I. PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Salah satu bentuk teknologi penangkapan ikan yang dianggap sukses dan berkembang dengan pesat pada industri penangkapan ikan sampai saat ini adalah penggunaan alat bantu cahaya untuk menarik perhatian ikan dalam proses penangkapan (Wahyuno, 2012).
Berhasil tidaknya suatu alat tangkap dalam operasi penangkapan sangatlah bergantung pada bagaimana mendapatkan daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada dan bagaiman operasi penangkapan dilakukan. Beberapa cara dilakukan dalam upaya penangkapan diantaranya dengan menggunakan alat bantu penangkapan. Macam-macam alat bantu penangkapan yang umum digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Indonesia diantaranya dengan menggunakan rumpon dan cahaya lampu.
Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang menggunakan alat bantu cahaya. Menurut Brandt (1984), bagan diklasifikasikan kedalam lift net atau jaring angkat yang dalam pengoperasiannya menggunakan aktraktor cahaya lampu sehingga ikan yang menjadi tujuan penangkapannya adalah ikan yang berfototaksis positif.
Prosedur penanganan ikan di atas kapal merupakan penanganan awal yang sangat berpengaruh terhadap penanganan dan pengolahan ikan selanjutnya. Segera setelah ikan ditangkap atau dipanen harus secepatnya diawetkan dengan pendinginan atau pembekuan. Teknik penanganan pasca penangkapan berkolerasi positif dengan kualitas ikan dan hasil perikanan yang diperoleh.


B. Tujuan dan Kegunaan
1.Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperoleh tujuan praktik lapang sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui cara penanganan hasil tangkapan dengan menggunakan kapal bagan perahu.
b. Untuk membandingkan penurunan mutu ikan saat penanganan yang dilakukan di lapangan
2.Kegunaan         
Kegunaan praktek lapang ini adalah:
a. Agar kita dapat mengetahui cara penanganan hasil tangkapan dengan menggunakan kapal bagan perahu.
b. Agar kita dapat membandingkan penurunan mutu ikan saat penanganan yang dilakukan di lapangan




II. TINJAUAN PUSTAKA
A.  Letak Geografis
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang memiliki laut dengan luas 5,8 juta km2, dengan panjang pantai yang mencapai 95.181 km (Sudirman & Nessa, 2011)
Kota pare pare merupakan salah satu daerah di sulawesi selatan yang memiliki posisi strategis karena terletak pada jalur perlintasan transportasi darat maupun laut, baik arah utara – selatan maupun timur –barat, dengan luas 99,33 km2. Yang secara geografis terletak antara 30 57’ 390 - 40 04’ 49” lintang selatan dan 1190 36’ 240 – 1190 43’ 40” bujut timur. Terdiri atas 4 (empat) kecamatan dan 22 ()dua puluh dua) kelurahan , yang secara administrasi memiliki batas batas wilayah.
B.  Penanganan ikan
Penanganan ikan di atas kapal harus baik dan benar agar di peroleh hasil yang semaksimal mungkin. Keberhasilan penanganan ikan di atas kapal dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya alat penanganan, media pendingin, teknik penanganan, dan keterampilan pekerja. 
Pemakaian alat-alat penanganan yang lengkap dan baik dalam arti dapat memperkecil kerusakan fisik, kimia, mikrobiologi dan biokimia akan memberikan hasil yang maksimal. Media pendingin yang memberikan hasil yang baik adalah media pendingin yang dapat memperlambat proses biokimia dan pertumbuhan mikroba dalam daging ikan. (Wahyono, 2012).
1.   Sarana yang digunakan
2.   Palka
Palka adalah suatu ruangan yang terdapat pada kapal untuk menyimpan ikan hasil tangkapan selama beroperasi. Ukuran palka, box sterofoam disesuaikan dengan kemampuan kapal beroperasi dan menangkap ikan.
Berdasarkan kelayakan usaha, keuntungan yang besar dari suatu operasi penangkapan adalah suatu hal yang sangat diharapkan oleh semua nelayan. Keuntungan yang besar ini dapat diperoleh tidak hanya dengan memperbanyak hasil tangkapan, tetapi juga dengan memaksimalkan usaha mempertahankan tingkat kesegaran ikan tersebut sampai dijual. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh harga jual yang tinggi per satuan berat ikan.
Persyaratan palka di bagi menjadi 4 bagian yaitu :
1.   Persyaratan teknis, yang harus dipenuhi oleh palka adalah mampu meminimalkan pengaruh panas yang masuk ke dalam palka. Panas yang masuk ke dalam palka akan memperbesar beban pendinginan. Akibatnya, penurunan suhu tubuh ikan menjadi lebih lama dan usaha menstabilkan suhu ruang penyimpanan juga menjadi terganggu karena adanya fluktuasi. (Kementerian kelautan dan perikanan. 2015).
2.   Persyaratan  ekonomis, ukuran ruang palka jangan terlalu luas, tetapi juga jangan terlalu sempit. Luas palka  harus disesuaikan dengan kemampuan kapal dalam beroperasi dan menangkap ikan. Ruang yang terlalu luas dan tidak sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh akan menyebabkan banyak ruang yang kosong tidak terisi. Semakin luas ruang palka maka panas yang harus juga semakin besar sehingga media pendingin yang diperlukan lebih banyak. Dengan demikian, biaya pendinginan menjadi lebih besar. (Kementerian kelautan dan perikanan. 2015).
3.   Persyaratan sanitasi dan higienis, palka ikan harus memiliki sistem sanitasi dan higienis yang baik. Maksudnya, palka dapat dengan mudah dibersihkan, baik sebelum, maupun sesudah penyimpanan ikan dilakukan. Palka yang kotor dapat menjadi sumber bersarangnya bakteri dan mikroorganisme lain. Sementara ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah terkontaminasi, terutama oleh bakteri. Oleh karena itu, permukaan palka yang mungkin bersinggungan langsung dengan ikan harus dibuat dari bahan-bahan yang kedap air, mudah dibersihkan, dan mempunyai permukaan yang halus. (Kementerian kelautan dan perikanan. 2015).
4.   Persyaratan biologis, palka harus dibuat dengan drainase yang baik untuk mengeluarkan air lelehan es, lendir, dan darah yang mungkin yang terkumpul di dasar palka. Selama penyimpanan dalam palka, es yang digunakan dalam penanganan ikan akan mencair dan air lelehan ini akan melarutkan kotoran-kotoran dan darah ikan. Air lelehan tersebut, jika tidak dikeluarkan, akan menggenangi dasar palka dan menjadi sumber pencemaran yang serius karena dalam air tersebut banyak mengandung bakteri. (Kementerian kelautan dan perikanan. 2015).
Pada prinsipnya pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin  ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Pada umumnya, pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan demikian melalui pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak dihentikan. Cara yang paling mudah dalam pengawetkan ikan dengan pendinginan adalah menggunakan es sebagai bahan pengawet, baik untuk pengawetan di atas kapal maupun setelah di daratkan, yaitu ketika di tempat pelelangan, selama distribusi dan ketika dipasarkan. Yang pertama perlu diperhatikan di dalam penyimpanan dingin ikan dengan menggunakan es adalah berapa jumlah es yang tepat digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara sampai mendekati atau sama dengan suhu ikan dan kemudian mempertahankan pada suhu serendah mungkin, biasanya 0 derajat Celcius. Perbandingan es dan ikan yang ideal untuk penyimpanan dingin dengan es adalah 1 banding 1.( Prayogi, Dkk. 2006).
Proses penyimpanan hasil tangkap dilakukan setelah tahap penanganan ikan di atas kapal. Hal yang perlu dicermati di dalam pengawetan ikan dengan es adalah wadah yang digunakan untuk penyimpanan harus mampu mempertahankan es selama mungkin agar tidak mencair. Wadah peng-es-an yang ideal harus mampu mempertahankan suhu agar tetap dingin, kuat, tahan lama, kedap air, dan mudah dibersihkan.
Dasar-dasar penyimpanan yang baik :
a. Segera dinginkan dan diberi es yang cukup.
b. Ikan harus berkontak dengan es, bukan dengan lainnya.
c. Air lelehan es mendinginkan dan menyegarkan ikan, sambil   menghayutkan lendir, darah dan kotoran.
d. Pengusahaan suhu yang cukup rendah sekitar tumpukan ikan es.
e. Pemerliharaan kebersihan Segala peralatan, papan-papan, dan rak dalam palka harus bersih sebelum ikan disusun. Sisa-sisa es dari perjalanan sebelumnya harus dibuang habis.
f. Perlakuan dalam palka Perlakuan yang utama adalah bahwa setibanya ikan dalam palka, harus cepat-cepat didinginkan dan suhu dipelihara pada 0°C.



III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Gambaran Umum Lokasi
Lokasi bertolak dari kota madya Pare-Pare untuk menuju fishing ground di perairan Pare-pare. Alat tangkap yang beroperasi pada saat itu yaitu bagan perahu. Bagan perahu merupakan salah satu alat tangkap yang banyak beroperasi di daerah tersebut., Kondisi cuaca pada saat berlayar dan melakukan penangkapan lumayan baik.

B.  Metodologi Praktek
1.   Waktu dan Tempat
Praktek lapang Penanganan Hasil Perikanan  dilakukan pada hari Sabtu tanggal 7 November 2015 pukul 17.00 -22.00 Wita untuk Penanganan Hasil Tangkapan di Atas Kapal, dan Pada hari Minggu tanggal 8 November 2015 pukul 05.30 – 08.00 Wita untuk Penanganan Ikan di Darat di Pare-Pare Sulawesi Selatan.
2.   Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktek lapang ini yakni:
Tabel 1. Alat dan Bahan
No
Alat dan Bahan
Kegunaan
1.
Alat tulis menulis
Mencatat hasil wawancara
2.
Alat dokumentasi
( kamera )
Mendokumentasikan operasi penangkapan
3.
Papan preparat
Media dalam melakukan pengukuran ikan
4.
Pelampung
Alat keselamatan diri di laut
5.
Ikan hasil tangkapan
Objek pengukuran dan penelitian


3.   Metode Praktek / Teknik pengambilan Data
Adapun metode yang digunakan pada saat praktek adalah:
a.   Metode Observasi
Metode ini melibatkan mahasiswa untuk terjun langsung ke lapangan dalam pengambilan data, dalam hal ini ikut bersama nelayan di Pare-Pare melaut untuk melihat secara langsung penangan di atas kapal.
b.  Metode Wawancara
Metode ini dilakukan dalam upaya melengkapi data yang dibutuhkan, dimana mahasiswa bisa melakukan wawancara langsung dengan nelayan yang ada di bagan perahu tersebut.
c.   Studi Literatur
Studi literatur ini bertujuan untuk melengkapi segala kekurangan yang ada dan untuk membandingkan antara  teori yang ada dengan metode penerapannya di lapangan.
d.  Penanganan di atas Kapal
1.   Fasilitas Penanganan di Atas Kapal
Fasilitas penanganan yang ada pada alat tangkap bagan perahu yang menjadi objek penelitian dan pengamatan yakni wadah ember plastik. Pada bagan ini tidak terdapat es untuk mendinginkan ikan tangkapan.
2.   Cara Penanganan di Atas Kapal
Pada alat tangkap bagan perahu yang menjadi objek penelitian dan pengamatan, ikan hasil tangkapan hanya dimasukkan kedalam wadah ember tanpa diberi perlakuan khusus atau dibiarkan begitu saja. Namun, saat nelayan ini diwawancarai mereka hanya mengatakan bahwa alasan ikan tidak diberi es sebab mereka telah mengetahui bahwa  pada musim barat, jumlah ikan sedikit sehingga tidak perlu membawa es. Selain itu, jarak antara lokasi penangkapan ikan dengan darat tidak terlalu jauh sehingga penanganan bisa dilakukan di darat.
3.   Metode atau Tehnik Pengesan di Atas Kapal
Pada alat tangkap bagan perahu yang menjadi objek penelitian dan pengamatan, tidak ada penanganan ikan dengan menggunakan metode atau tehnik pengesan.
4.   Hasil Tangkapan yang Dominan Tertangkap
Hasil tangkapan yang dominan tertangkap oleh bagan perahu yakni;
Tabel 2.  Hasil tangkapan bagan perahu
No.
Nama Ikan
Latin
Gambar



 
1
Ikan Biji Nangka
Upeneus moiluccensi







 

2
Ikan Teri
Stolephorus sp








 
3
Ikan Peperek
Leiognatrhidae











E. Penanganan Ikan di Darat

Penanganan ikan di darat dikhususkan di TPI Cempae, Pare-Pare. Tahap awal dari penanganan ikan yaitu, ikan disortir terlebih dahulu berdasarkan jenis dan ukurannya kemudian dilakukan pengesan dengan metode berlapis.
Gambar 1. Penyortiran ikan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara maka dalam proses penanganan ikan di darat  nelayan Pare-Pare melakukan penanganan ikan lanjutan karena ikan hasil tangkapan yang ada telah dilakukan pegesan terlebih dahulu  di atas kapal, nelayan atau penjual yang ada di TPI Beba hanya menambahkan es untuk mepertahankan mutu ikan. Nelayan di sana juga menggunakan metode pengesan berlapis. Tetapi es yang mereka gunakan kurang baik karena mereka hanya menggunakan es batu kemudian dihancurkan. Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginkan adalan sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa dan bau.
Agar penggunaan es batu dalam proses pendinginan dapat memberikan hasil yang baik, selain jumlah es batu, perlu juga diperhatikan ukuran kristal es batu yang digunakan. Semakin halus es batu, luas permukaan tubuh ikan yang akan bersinggungan dengan es batu semakin besar sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 00C lebih singkat.

Gambar 2. Pengesan dengan metode berlapis
Dalam proses pendinginan ikan dengan es batu, terjadi perpindahan panas dari tubuh ikan ke kristal es batu. Ikan dengan suhu tubuh relatif lebih tinggi akan melepaskan sejumlah energi panas yang kemudian diserap oleh kristales batu. Dengan demikian, suhu tubuh ikan menurun dan sebaliknya kristal es batu akan meleleh karena terjadi peningkatan suhu. Proses pemindahan panas ini akan terhenti apabila suhu tubuh ikan telah mencapai 00C, yaitu sama dengan suhu es batu.
Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan. Hal ini sesuai pendapat Adawyah (2007) bahwa pendinginan yang dilakukan sebelum rigor mortis berlalu merupakan cara yang paling efektif jika disertai dengan teknik yang benar. Adapun cara penanganan ikan yang baik adalah dengan menerapkan 4 (empat) prinsip, yaitu :
1.   Cepat
Ditangani dengan cepat sesaat setelah ditangkap dan tidak terburu- buru. Berdasarkan hasil observasi  di lapangan para nelayan memberikan perlakuan



 yang tidak baik terhadap ikan seperti dengan melempar ikan hal ini sesuai dengan Anonim (2012) bahwa jika ikan terluka atau memar akibat benturan atau lemparan maka itu akan mempercepat ikan membusuk.
Gambar 3. Penanganan ikan yang tidak terburu-buru
2.   Cermat
Dengan hati-hati agar  ikan tidak luka atau memar. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan nelayan juga terburu-buru dalam melakukan penanganan di atas kapal.Menurut Anonim (2008) bahwa adanya luka pada ikan yang menyebabkan ikan memar atau patah, luka maka itu dapat mempercepat proses pembusukan terjadi.

Gambar 4. Cara penanganan ikan yang tidak benar
3.   Bersih dan Sehat
Lingkungan dan orang yang menangani harus bersih dan sehat. Yang terlihat dilapangan faktor kebersihan tidak diperhatikan karena pada saat ikan di naikkan diatas kapal tidak menggunakan wadah  yang bersih untuk menyimpan ikan seperti keranjang atau cool box yang bersih.

                                                                            
Gambar 5. Wadah/ keranjang yang digunakan pada saat penanganan didarat

Hal ini tidak tidak sesuai seperti yang dikatakan oleh Adawyah (2007) bahwa untuk menghasilkan produk yang bagus maka harus membiasakan untuk mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan begitu juga dengan lantainya setiap kali proses terhenti, baik karena istirahat atau proses selesai.
       Gambar 6. Ikan yang diletakkan di lantai TPI
Pada saat di TPI Beba mereka juga terkadang hanya meletakkan ikan hasil tangkapan di lantai TPI tanpa memperhatikan kebersihan.    
4.    Menerapkan suhu rendah/ dingin dengan kisaran 00C.

Berdasarkan yang ada dilapangan sesaat setelah ikan ditangkap nelayan menggunakan es , metode pengesan yang mereka lakukan yakni metode pengesan berlapis. Prinsip pendinginan adalah pengambilan/ pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain.
Gambar 7. Wadah yang digunakan pada saat penanganan di darat
Dalam proses pemindahan ikan dari palka kedalam box, es yang menempel pada ikan dibersihkan terlebih dahulu dan ikan-ikannya di sortasi berdasarkan jenisnya karena dari hasil observasi di lapangan, hasil tangkapannya adalah berupa ikan Selar dan ikan layang ekor kuning.
Jenis box yang digunakan pada pengamatan di lapangan adalah box yang terbuat dari gabus atau styrofoam. Namun box tersebut sudah tidak terlalu bersih karena sudah ada beberapa bagian yang berjamur. Keadaan yang demikian sebenarnya dikhawatirkan dapat menjadi sumber penyebab menurunnya mutu ikan. Padahal menurut Anonim (2008), salah satu prinsip penanganan yang baik adalah bersih dan sehat baik lingkungan, wadah ataupun orang yang menangani.

F.   Hasil Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan cara untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan hasil tangkapan yang dilakukan diatas kapal. Dari hasil pengamatan praktek lapang kita dapat mengetahui kesegaran pada ikan. Ada beberapa perubahan yang terjadi pada ikan.
pada ikan peperek (Leiognathus equulus) Perubahan pada (mata) adalah cerah bola mata menonjol, kornea jernih. Agak cerah, bola mata rata, pupil keabu-abuan, kornea agak jernih. Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh. Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea. Setelah itu terjadi perubahan pada (insang): Warna merah cemerlang, tanpa lendir. Warna merah agak kusam, tanpa lendir. Warna merah agak kusam, sedikit lendir. Kemudian perubaha pada (daging dan perut): Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, daging perut dagingnya utuh bau isi perut segar. Sayatan daging cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh bau isi perut netral. Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, ginjal mulai pudar, dinding perut dagingnya utuh, bau netral. Sayatan masih cemerlang, didua perut agak lembek, kemerah pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu. Perubaha pada (bau): Segar bau rumput laut, bau spesifik menurutn jenis. Bau segar rumput laut mulai hilang. Tidak berbau, netral. Perubahan pada (tekstur): Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang. Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya. Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang. Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang.
ikan teri (Stolephorus commersonii) Perubahan pada (mata) adalah cerah bola mata menonjol, kornea jernih. Agak cerah, bola mata rata, pupil keabu-abuan, kornea agak jernih. Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh. Setelah itu terjadi perubahan pada (insang): Warna merah cemerlang, tanpa lendir. Warna merah agak kusam, sedikit lendir. Mulai ada di kolosi, sedikit lendir. Kemudian perubaha pada (daging dan perut): Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, daging perut dagingnya utuh bau isi perut segar. Sayatan daging cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh bau isi perut netral. Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, ginjal mulai pudar, dinding perut dagingnya utuh, bau netral. Perubaha pada (bau): Segar bau rumput laut, bau spesifik menurutn jenis. Bau segar rumput laut mulai hilang. Tidak berbau, netral. Perubahan pada (tekstur): Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang. Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya. Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang.
Pada ikan biji nangka (Openeus tragula) Perubahan pada (mata) adalah: Cerah bola mata menonjol, kornea jernih. Agak cerah, bola mata rata, pupil keabu-abuan, kornea agak jernih. Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh. Setelah itu terjadi perubahan pada (insang): Warna merah cemerlang, tanpa lendir. Warna merah agak kusam, sedikit lendir. Mulai ada di kolorasi merah mudah, merah cokelat, sedikit lendir. Kemudian perubaha pada (daging dan perut): Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, daging perut dagingnya utuh bau isi perut segar. Sayatan daging cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh bau isi perut netral. Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, ginjal mulai pudar, dinding perut dagingnya utuh, bau netral. Perubaha pada (bau): Segar bau rumput laut, bau spesifik menurutn jenis. Bau segar rumput laut mulai hilang. Tidak berbau, netral. Perubahan pada (tekstur): Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang. Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya. Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang.



IV. SIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Setelah turun langsung ke lapangan dan memperhatikan nelayan mulai dari melakukan penangkapan, cara penanganan hasil tangkapan di atas kapal, hingga fasilitas atau wadah yang digunakan saat melakukan penanganan hasil tangkapan, dapat disimpulkan bahwa prinsip penanganan yang diterapkan oleh masyarakat cempae bukan prinsip penanganan yang baik, karena hanya prinsip cepat dan penerapan suhu rendah yang mereka terapkan dan tidak menerapkan prinsip cermat dan hati-hati, bersih dan sehat.

B. Saran
      Sebaiknya pada praktik lapang berikutnya kapalnya bisa di tambah lagi agar pada saat kita mengambil data bisa maxsimal dan tidak berdesak – desakan dalam satu kapal, kalo bisa kita lebih membantu nelayan, misalnya dalam pemberian saran ataupun melakukan sosialisasi mengenai prinsip penanganan yang baik, tidak hanya sekedar memperhatikan cara pananganan dari nelayan.
1.  Untuk Asisten
Kalau bisa praktek lapang kedepanya menjadi lebih baik lagi.
2.Untuk Praktek Lapang
Kalau bisa praktek lapang ke depannya memakai bagan rambo



DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kelautan dan Perikanan .2015. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. BaPusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan .Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan. Jl. Medan Merdeka Timur, No. 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 6 Jakarta.


Prayogi, Urip & Baheramsyah, A. 2006. “Perbandingan Es dan Ikan untuk Penyimpanan dingin Pada Kapal Ikan Tradisional”, Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana VI.an

Wahyono, Agung. 2012. “Penanganan Ikan Hasil Tangkapan Di Atas Kapal”. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang.

Sudirman dan Nessa. 2011.. “Perikanan bagan dan aspek pengelolaanya. Malang”, Universitas Hasanuddin. file:///C:/user/user/Downloads/1270-2004-1-sm.pdf (Diakses pada tanggal 21 November 2015)..


0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

lihat juga