Thursday, June 4, 2015

makalah ekosistem mangrove dan hubungannya



MAKALAH MANGROVE



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.
Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem.
Keberadaan ekosistem mangrove di Indonesia saat ini benar-benar telah pada posisi yang sangat menghawatirkan, mengingat untuk pemenuhan keragaman kebutuhan penduduk yang jumlahnya makin bertambah pesat ini telah pula merebak ke wilayah mangrove. Kehidupan modern dan kemudahan aksesibilitas hasil produksi ekosistem mangrove ke pasaran serta pemanfaatan yang berlebihan tanpa memperhatikan kaedah kelestarian lingkungan telah mengakibatkan penurunan kuantitas maupun kualitasnya. Padahal ekosistem mangrove merupakan mintakat peralihan antara daratan dan lautan yang mempunyai perbedaan sifat lingkungan tajam, yang kelestariannya sangat rentan terhadap perubahahan lingkungan.
Mengingat pentingnya fungsi jalur hijau mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem pantai, maka sangat diperlukan upaya-upaya untuk melindunginya. Untuk mempertahankan kelestarian hutan mangrove tersebut, suatu sistem pengelolaan hutan mangrove yang memperhatian prinsip kesinambungan fungsi hutan mangrove, terpeliharanya jaringan-jaringan kehidupan ekosistem mangrove dan kesadaran serta kesamaan persepsi berbagai pihak atas pentingnya keberadaan hutan mangrove, perlu dikaji dan diterapkan.
B.  Rumusan Masalah
1.         Apakah tanaman mangrove itu?
2.         Bagaimana daya adaptasi hutan mangrove terhadap lingkungan?
3.         Bagaimana teknik pengelolaan ekosistem mangrove?
4.         Apakah fungsi mangrove secara ekologis?

C.  Tujuan
1.         Untuk mengetahui apakah tanaman mangrove itu.
2.         Mengetahui daya adaptasi hutang mangrove terhadap lingkungan.
3.         Menjelaskan teknik pengelolaan mangrove.
4.         Menjelaskan fungsi mangrove secara ekologis.

















BAB II
PEMBAHASAN

II.1Definisi Mangrove dan Ekosistem Mangrove                                                        Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusuma et al, 2003). Menurut FAO, Hutan Mangrove adalah Komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis ”Mangue” dan bahasa Inggris ”grove” (Macnae, 1968). Dalam Bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa Indonesia).
Selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan  ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau sebaiknya dihindari (Kusmana et al, 2003). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.
Mangrove tumbuh dan berkembang pada pantai-pantai tepat di sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau di belakang terumbu karang di pantai yang terlindung (Nybakken, 1998). Indonesia memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah vivipar terdapat sekitar 12 famili.
 Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.) merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. Jenis api-api (Avicennia sp.) atau di dunia dikenal sebagai black mangrove mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik. Mangrove besar, mangrove merah atau Redmangrove (Rhizophora sp.) merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.


Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
1.    Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora spp.).
2.    Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
         Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
         Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
         Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3.     Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

II.2 Zonasi Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia :
         Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
         Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
         Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
         Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

II.3. JENIS – JENIS MANGROVE YANG ADA DI INDONESIA
                 Tabel 1.     Penyebaran jenis-jenis  mangrove di pulau-pulau utama di Indonesia
No
Jenis
Island
Java
Bali&LSI*
Sumatra
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
1
Acanthus ilicifolius
+
+
+
+
+
+
+
2
Aegiceras corniculatum
+
+
+
+
+
+
+
3
Aegiceras floridum

+


+
+
+
4
Acrosticum aureum
+
+
+
+
+
+
+
5
Avicennia alba
+
+
+
+
+
+
+
6
Avicennia lanata



+
+


7
Avicennia marina
+
+
+
+
+
+
+
8
Avicennia officinalis
+
+
+
+
+
+
+
9
Bruguiera cylindrica
+
+
+
+
+
+
+
10
Bruguiera gymnorrhiza
+
+
+
+
+
+
+
11
Bruguiera parviTumbuhan
+
+
+
+
+
+
+
12
Bruguiera sexangula
+
+
+

+
+
+
13
Cerbera manghas
+
+
+
+
+
+
+
14
Ceriops decandra
+
+
+
+
+
+
+
15
Ceriops tagal
+
+
+
+
+
+
+
16
Derris trifoliata
+
+
+
+
+
+
+
17
Dolichandrone spathacea
+




+

18
Excoecaria agallocha
+
+
+
+
+
+
+
19
Finlaysonia maritima
+
+
+
+
+
+
+
20
Heritiera littoralis
+
+
+
+
+
+
+
21
Kandelia candel


+
+



22
Lumnitzera littorea
+
+
+
+
+
+
+
23
Lumnitzera racemosa
+
+
+
+
+

+
24
Nypa fruticans
+
+
+
+
+
+
+
25
Osbornea octodonta
+
+


+
+
+
26
Pemphis acidula
+
+




+
27
Phoenix paludosa


+




28
Pluchea indica
+
+
+
+
+
+
+
29
Rhizophora apiculata
+
+
+
+
+
+
+
30
Rhizophora lamarckii

+
+


+
+
31
Rhizophora mucronata
+
+
+
+
+
+
+
32
Rhizophora stylosa
+
+
+
+
+
+
+
33
Scyphiphora hydrophyllacea
+
+
+
+
+
+
+
34
Sonneratia alba
+
+
+
+
+
+
+
35
Sonneratia caseolaris
+
+
+
+
+
+
+
36
Sonneratia ovata
+

+
+
+
+
+
37
Widelia biTumbuhan
+
+
+
+
+
+
+
38
Xylocarpus granatum
+
+
+
+
+
+
+
39
Xylocarpus moluccensis
+
+
+
+
+
+
+
40
Xylocarpus rumphii
+
+



+
+
Gamabar 1.1

II.4. KOMPONEN EKOSISTEM MANGROVE
Ekosistem tersusun dari beberapa komponen.Antara komponen-komponen ekosistem terjadi saling ketergantungan, yang berupa makan dimakan, atau dalam bentuk persekutuan hidup.Makhluk tergantung pada lingkungannya, baik lingkungan abiotik atau biotik.Keadaan komponen abiotik yang sesuai bagi satu jenis makhluk berbeda untuk jenis makhluk yang lainnya.Dalam ekosistem lingkungan abiotik sangat menentukan jenis-jenis makhluk yang dapat sesuai dengan lingkungan tertentu.
Di daerah sekitar muara sungai, tanahnya berlumpur dan hampir selalu tergenang air.Kadar garam tinggi dan kandungan oksigen dalam tanah rendah.Di daerah berlumpur, tumbuhan bakau merupakan salah satu tumbuhan yang khas. Mempunyai ciri yang khas pada struktur akar dan cara berkembangbiaknya. Tumbuhan dan hewan yang hanya ada di daerah pegunungan hidupnya tergantung pada keadaan suhu yang cukup rendah. Cacing yang hidup di dalam tanah akan menyebabkan adanya rongga-rongga dalam tanah. Rongga-rongga tersebut akan terisi oksigen sehingga kadar oksigen dalam tanah bertambah.
Di daerah yang banyak pohon terasa lebih sejuk dibandingkan dengan yang jarang ada pohonnya.Pohon-pohon yang besar dapat mempengaruhi suhu suatu tempat.Dari hal-hal di atas tampak bahwa komponen biotik dan abiotik itu saling mempengaruhi.
Saling ketergantungan dapat terjadi antara:
  Komponen biotik dengan biotik yang lain, seperti:
o   Saling ketergantungan antara mahkluk hidup yang sejenisantungan antara komponen biotik dan abiotik.
o   Hewan jantan dengan hewan betina untuk dapat berkembangbiak.
o   Semut yang satu dengan semut lain saat membawa makanan.
o   Saling ketergantungan antara mahluk hidup yang tak sejenis.
o   Bunga membutuhkan kupu-kupu untuk melakukan penyerbukan.
o   Ulat membutuhkan tumbuhan untuk makanannya.

  Komponen biotik dengan abiotik, seperti:
o   Tumbuhan hijau membutuhkan air, CO2, dan sinar matahari untuk proses fotosintesis.
o   Semua mahluk hidup membutuhkan O2 untuk bernafas.



II.5. PERANAN EKOSISTEM MANGROVE
Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :
  1. Habitat satwa langka  Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
  2. Pelindung terhadap bencana alam Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
  3. Pengendapan lumpur  Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
  4. Penambah unsur hara  Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
  5. Penambat racun Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
  6. Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ) Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
  7. Transportasi Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
  8. Sumber plasma nutfah  Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
  9. Rekreasi dan pariwisata  Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.
    Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
  10. Sarana pendidikan dan penelitian Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
  11. Memeliharaproses-proses dan sistem alami Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
  12. Penyerapan karbon  Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
  13. Memelihara iklim mikro  Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
  14. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam  Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
Menurut (Santoso dan H.W. Arifin, 1998) ekosistem hutan mangrove bermanfaat secara ekologis dan ekonomis yaitu:
1.      Fungsi ekologis :
o    Pelindung garis pantai dari abrasi,
o    Mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan,
o    Mencegah intrusi air laut ke daratan,
o    Tempat berpijah aneka biota laut,
o    Tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga,
o    Sebagai pengatur iklim mikro.
2. Fungsi ekonomis :
o    Penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan, obat-obatan),
o    Penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit, pewarna),
o    Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung,
o    Pariwisata, penelitian, dan pendidikan.
II.6Jaring – Jaring Makanan Ekosistem Mangrove
  Rantai makanan
Rantai makanan merupakan pengalihan energi dari sumbernya dari dalam tumbuhan melalui sederertan organisme yang makan dan yang di makan.Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit (Ridwanaz, 2010).
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi perpindahan energy,elemen kimia,dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk yang lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan.
Sumber energi berasal dari matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama.Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua.Karnivora yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota iingkat trofik keempat.
Ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencarimakan berbagai jenis ikan dan udang. Oleh karena itu keberadaan ekosistem mangrovesangat penting dalam menjaga kelestarian stok perikanan. Ekosistem mangrove jugaberperan untuk menjaga stabilitas garis pantai.Pada umumnya fauna yang hidup di hutan mangrove adalah serangga, crustaceae, Mollusca, ikan, burung, reptile dan mamalia.
Hutan bakau di beberapa daerah sebagian besar banyak yang telah beralih fungsi dan di konversi menjadi lahan budidaya ikan maka akan terjadi pemutusan rantai makanan yang mengandalkan nutrient yang ada di pohon mangrove tersebut. Penjelasannya seperti ini, kita sama-sama mengetauhi bahwa rantai makanan yang terjadi di hutan mangrove/bakau tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus, rantai makanan ini sumber utamanya dari hasil penguraian guguran daun dan ranting yang dihancurkan oleh bakteri dan fungi sehingga menghasilkan detritus, hancuran detrirus ini menghasilkan nutrient yang sangat penting bagi cacing, mollusca, crustaceae dan hewan lainnya. Dengan rantai tersebut apabila hutan bakau ini di ubah menjadi lahan budidaya maka, cacing, crustacean, mollusca dan hewan lainnya tidak mendapatkan nutrient yang cukup utuk perkembangan kehidupannya. Bakteri dan fungi akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata, kemudian  protozoa dan avertrtebrata akan dimakan oleh karnivora sedang yang selanjutnya di makan oleh karnivora tingkat tinggi, Juwana (1999).
fungi dan bakteri yang tadinya hidup untuk menguraikan dedaunan bakau/mangrove yang sudah jatuh dan seperti itu kehidupannya maka bakteri dan fungi tersebut akan berkurang. Mungkin untuk selanjutnya tidak ada yang berubah karena protozoa dan avertebrata memakan baketri dan fungi yang kita tahu bahwa lahan tersebut tinggal beberapa jenis bakteri dan fungi.
Menurut Hernandhi hidayat (2010) mata rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove terdiri atas 2 jenis yaitu :
1.      Rantai Makanan Langsung
Pada rantai makanan langsung yang bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove. Tumbuhan mangrove ini akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya sebagai konsumen tingkat 1.adalah ikan-ikan kecil dan udang yang langsung memakan serasah mangrove yang jatuh tersebut. Untuk konsumen tingkat 2 adalah organisme  karnivora yang memakan ikan-ikan kecil dan udang tersebut. Selanjutnya untuk konsumen tingkat 3 terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan. Pada akhirnya konsumen tingkat 3 ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
Diagram rantai makanan langsung

                              Gambar 1.2
http://damarweb.blogspot.com/2013/01/komponen-biotik-dan-abiotik-hutan.html#close


2.      Rantai Makanan Tidak Langsung / Rantai Detritus.
Pada rantai makanan tidak langsung atau rantai detritus ini melibatkan lebih banyak organisme. Bertindak sebagai produsen adalah mangrove yang akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya serasah ini akan terurai oleh detrivor / pengurai. Detritus  yang mengandung senyawa organic kemudian akan dimakan oleh Crustacea, bacteria, alga, dan mollusca yang bertindak sebagai konsumen tingkat satu. Khusus untuk bacteri dan alga akan dimakan protozoa sebagai konsumen tingkat dua. Protozoa ini kemudian akan dimakan oleh amphipoda sebagai konsumen tingkat tiga. Lalu, baik crustacea ataupun amphipoda ini dimakan oleh ikan kecil (Konsumen Tingkat 4) dan kemudian akan dimakan oleh ikan besar (konsumen 5). Selanjutnya untuk konsumen tingkat enam terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan dan pada akhirnya konsumen tingkat enam ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
Diagram rantai makanan tidak langsung

Gambar: 1.3
http://damarweb.blogspot.com/2013/01/komponen-biotik-dan-abiotik-hutan.html#close

II.7 jaring- jaring makanan

            Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting.(Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975). Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar Odum et al. (1982)..Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih.Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al. 1975; Hoffman and Dawes,1980). Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada
II.8 Aliran Energy dan Siklus Material .                                              
 Aliran Energi
Energi dari sinar matahari merupakan tenaga penegndali dari semua ekosistem.Tumbuhan dengan memanfaatkan tenaga yang berasal dari sinar matahari mempunyai kemampuan untuk menyerap dan mengumpulkan nutrisi dari tanah dan gas dari udara untuk menghasilkan makanannya.Energi beredar dalam ekosistem dalam bentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan dari suatu tingkat rofik ke tingkat trofik berikutnya. Dengan cara demikianlah energi mengalir dalam sistem alam ini. Para ahli ekologi mempunyai pandangan, secara tradisional terhadap aliran energi dalam ekosistem ini sama dengan para ahli ilmu lainnya, yaitu mengamati aliran energi dalam sistem fisika. Mereka secara formal memahami bahwa energi dalam sistem dalam berbagai bentuk.
Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi yang lain dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen, ke konsumen primer (herbivora), ke konsumen tingkat tinggi (karnivora), sampai ke saproba[1], aliran energi juga dapat diartikan perpindahan energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan berikutnya. Pada proses perpindahan selalu terjadi pengurangan jumlah energi setiap melalui tingkat trofik makan-memakan. Energi dapat berubah menjadi bentuk lain, seperti energi kimia, energi mekanik, energi listrik, dan energi panas. Perubahan bentuk energi menjadi bentuk lain ini dinamakan transformasi energi.
Materi anorganik yang masuk ke lingkungan mangrove akan dimanfaatkan oleh produsen dalam hal ini adalah tumbuhan mangrove untuk kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut berupa Karbon organik,  Nitrogen,  dan  Posfat dan bentuk nutrien yang lainnya.
Mangrove akan menghasilkan serasah berupa bunga, ranting dan daun mangrove yang jatuh ke perairan sebagian akan tenggelam atau terapung di perairan tersebut dan sebagian lagi akan terbawa oleh arus laut ke daerah lain. Serasah yang dihasilkan oleh pohon-pohon mangrove merupakan landasan penting bagi produksi ikan di muara sungai dan daerah pantai.
Zat organik yang berasal dari penguraian serasah hutan mangrove ikut menentukan kehidupan ikan dan invertebrata di sekitarnya dalam rantai makanan.

Proses Aliran Energi dalam Ekosistem
            Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut :
1)  Energi masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak semuanya dapat digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya dari rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh mekanisme fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang diubah menjadi makanan (energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas, dan energi yang diubah menjadi makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses respirasi yang juga sebagai keluaran dari sistem.
2)   Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui rantai makanan dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan berikutnya dari rantai makanan.Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung mangsanya.
3)     Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi, maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari sistem sebagai materi organik.
4)     Organisme-organisme pada setiap tingkat konsumen dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari sistem
5)     Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa arus.

II.9 siklus biogeokimia pada ekosistem mangrove
Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsuratau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dankembali lagi ke komponen abiotik.Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanyamelalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksireaksi kimia dalamlingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.
Siklus materi vegetasi mangrove dapat digambarkan dari siklus biogeokimia yang meliputi:
1.    Siklus karbon
Siklus karbon terjadi ketika organisme – organisme hidup yang ada melakukan proses respirasi, terutama pada hewan – hewan yang ada di ekosistem tersebut. Dalam respirasi CO2 yang dihasilkan akan digunakan oleh tanaman yang tidak lain adalah mengrove untuk proses fotosintesis. Hasil dari fotosintesis yang berupa O2 akan digunakan lagi oleh mahluk hidup dalam proses respirasi lagi. Selain itu CO2 juga dihasilkan dari penguraian organisme – organisme mati oleh decomposer. CO2 yang dihasilkan akan kembali keatmosfer dan digunakan lagi oleh organisme yang membutuhkan.
2.    Siklus Oksigen
Siklus oksigen( O2 ) sama seperti siklus karbon melalui proses fotosintesis dan respirasi.
3.    Siklus Nitrogen
Siklus nitrogen pada ekosistem mangrove hanya sedikit terjadi.Siklus terjadi melalui dekomposisi organisme mati oleh bakteri – bakteri yang sudah mati. Hasil penguraian berupa Amonia yang kemudian akan digunakan oleh tanaman mangrove untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
4.    Siklus Forfor
Sama seperti siklus nitrogen, fosfor organik berawal dari organisme – organisme yang sudah mati dan diuraikan oleh decomposer menjadi fosfor anorganik yang kemudian akan terlarut di air dan tanah, mengendap di sedimen. Disedimen laut fosfor akan terkikis dan kemudian akan diserap oleh akar tanaman mangrove.

5.    Siklus Air
Siklus air melibatkan proses evaporasi, transpirasi, presipitasi dan kondensasi. Siklus air akan berputar melaluitanah, laut dan udara. Pada ekosistem mangrove siklus diawali dari proses transpirasi dan evaporasi dari lingkungan biotik dan abiotik yang ada. Dari proses evaporasi dan transpirasi air yang berupa uap akan menuju ke atmosfer dan berkondensasi membentuk awan. Setelah terbentuk konsentrasi air yang cukup, kemudian air ini diturunkan ke bumi melalui proses presipitasi kedaratan atau kembali ke laut. Bagi air yang jatuh di daratan, air ini kemudian akan meresap ke bawah tanah dan mengalir ke arah laut. Kemudian akan terjadi proses evaporasi dan transpirasi lagi. Proses ini akan terus berulang sehingga membentuk sebuah siklus. Pada siklus air cahaya matahari dan gravitasi akan terus menerus mempengaruhi pergerakan air di permukaan bumi (Indriyanto,2006).
II.10 Kerusakan yang terjadi pada Ekosistem Mangrove
  • Perkembangan penduduk dan implikasinya pada pembangunan di wilayah pesisir memberikan dampak berupa gangguan terhadap kelestarian hutan mangrove. Faktor pertambahan penduduk menyebabkan bentuk pemanfaatan lahan untuk usaha-usaha lain seperti pertanian, perkebunan, pertambakan, pemukiman dan lain-lain. Hutan mangrove salah satunya yang digunakan untuk kepentingan manusia dalam proyek pembangunan yang sedang mereka kerjakan. 
  • Perkembangan tambak super intensif di kawasan pantai menyebabkan tambak tradisional yang semula ditanami mangrove pada tanggulnya dibongkar. Adanya reklamasi pantai untuk dijadikan tambak intensif mengurangi areal lahan yang berhutan mangrove. Pembuatan tambak tradisional yang semakin jarang digunakan menjadikan areal lahan hutan mangrove harus dijadikan reklamasi pantai. 
  • Pembangunan pusat industry, pembangunan pusat pembangkit tenaga listrik, pembangunan tempat rekreasi, pemukiman, sarana perhubungan dan pengembangan perikanan yang dibangun diwilayah pantai dalam perkembangannya nanti akan mendesak keberadaan hutan mangrove.
  • Percepatan laju pemanfaatan hutan mangrove yang terkait dengan pada berbagai sector. Mendorong mulai dilakukannya pengelolaan lahan mangrove secara sektoral. Akan tetapi dilain pihak penataan hutan mangrove belum dilakukan secara menyeluruh. Sehingga berakibat dalam pemanfaatan lahan mangrove sering terjadi benturan kepentingan yang dapat mengancam kelestarian hutan mangrove.
  • Adanya masyarakat tradisional yang memanfaatkan kekayaan mangrove sebagai salah satu cara merusak fungsi hutan. Masyarakat tradisional cenderung menggantungkan hidupnya pada fungsi hutan. Semakin intensifnya usaha pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat secara tradisional misalnya, mereka melakukan penebangan pohon pada hutan untuk mendapatkan kayu bakar yang digunakan untuk kepentingan harian mereka. Biasanya masyrakat tradisional memanfaatkan kayu bakar yang mereka dapat dari memotong pohon di hutan dijadikan sebagai arang. Hal demikian lah yang merupakan salah satu dari rusaknya ekosistem fungsi hutan sebagaimana mestinya.
Selain faktor-faktor diatas, masih ada faktor lain yang mendorong terjadinya kerusakan pada ekosistem hutan mangrove. Yakni, faktor sosial-budaya dan sosial-ekonomi. Faktor tersebut memengaruhi kelestarian hutan mangrove.
  • Faktor sosial-budaya
Tradisi masyarakat yang merupakan warisan nenek moyang para pemukim di daerah kawasan mangrove ternyata dapat merusak keseimbangan ekosistem mangrove. Misalnya saja adanya tradisi menambatkan perahu yang dengan sengaja dilakukan oleh masyarakat khususnya para nelayan memunyai pengaruh merusak tanaman bakau muda. Tradisi beternak hewan herbivora yang memakan daun muda disekitar mangrove, juga dapat merusak pertahanan mangrove.
  • Faktor Sosial-ekonomi
Penebangan hutan mangrove untuk mendapatkan kayu bakar. Dan kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan yang kurang, mereka beranggapan bahwa hutan adalah milik bersama. Sehingga apapun yang dimiliki oleh hutan dapat dimanfaatkan oleh masing-masing kelompok individu. Padahal apa yang mereka lakukan justru menjadikan kelestarian mangrove semakin punah.
II. 11 Tindakan yang perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian Ekosistem Mangrove

            Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain:
1. Penanaman kembali mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan  hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat  antara lain terbukanya peluang kerja  sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.
2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservas
6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove
8. Penegakan hukum
9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan  yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini. 










BAB III

KESIMPULAN


         Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang unik dan khas yang bernilai ekologis dan ekonomis.
         Mengingat aktivitas manusia dalam pemanfaatan hutan mangrove, maka diperlukan pengelolaan mangrove yang meliputi aspek perlindungan dan konservasi.
         Dalam rangka pengelolaan, dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan mangrove yang melibatkan semua unsur masyarakat yang terlibat.
















DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, H.A. 2002. Counterpart Training Report in Japan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999.  Strategi national pengelolaan hutan mangrove di Indonesia.  Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta
Nuryanto, A. 2003. Silvofihsery (Mina Hutan) : Pendekatan Pemanfaatan Hutan Mangrove Secara Lestari. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

lihat juga